7. Habib Ja'far bin Syaikhan Assegaf Karena suatu hal, Habib Ja'far bin Syaikhan Assegaf berhutang sejumlah uang kepada salah seorang pedagang di kota Pasurua. Ketika menagih, si pedagang itu mengetuk-ngetuk pintu rumah Habib Ja'far bin Syaikhan Assegaf dengan keras, sementara Habib Ja'far bin Syaikhan Assegaf tengah menunaikan shalat dhuha. "Bib, saya saya datang untuk menagih hutang saya. Tolong dibayar sekarang juga !" Katanya dengan nada yang kurang enak. "Wah kalau mendadak begini saya tidak memiliki uang. Bukankah saya janji kepadamu untuk melunasinya minggu depan ?" Jawab Habib Ja'far bin Syaikhan Assegaf dengan santun. "Iya sya mengerti itu, tapi saya butuh uang itu sekarang juga." Kata pedagang itu mendesak. "Saya benar-benar tidak memiliki uang. Segera saya melunasinya, namun beri saya waktu 1 atau 2 hari ini." Jawab Habib Ja'far bin Syaikhan Assegaf sambil tidak beranjak dari sajadahnya. "Pokoknya saya mau uang itu dibayar sekarang juga !" Kata pedagang itu sembari membentak. "Kalau engkau memaksa juga, baiklah. Ambillah uang ini." Ujar Habib Ja'far bin Syaikhan Assegaf sambil membuka sajadahnya. Masyaallah...setumpuk uang kertas tergeletak di bawah sajadahnya. Kontan si pedagang sangat kaget melihat kejadian ini, dan saat itu pula ia meminta maaf. Dengan santun Habib Ja'far bin Syaikhan Assegaf menasihatinya agar si pedagang itu tidak menjadi orang yang suka memaksakan kehendak sembari menghina orang lain. Sebagaimana tuntunan agama ini yang menjunjung tinggi hak untuk menghormati dan menghargai orang lain, karena belum tentu orang yang dihina lebih buruk dari yang menghina. 8. Habib Ali bin Husain Al-Atthas Suatu hari Habib Ali bin Husain Al-Atthas sedang sakit dan KH Syafi'i Hadzami datang untuk mengetuk. Sebagai penghormatan kepada sang guru, ia melepas sandalnya. Habib Ali bin Husain Al-Atthas menyuruhnya untuk memakainya lagi. Tentu saja KH Syafi'i Hadzimi menolak, Habib Ali bin Husain Al-Atthas kembali menyuruhnya namun KH Syafi'i Hadzimi tetap tidak mau, karena ia begitu menghormati gurunya ini. Tak lama kemudian Habib Ali bin Husain Al-Atthas keluar dari kamarnya dan mengambil sandal KH Syafi'i Hadzimi dan menyuruh untuk memakainya. melihat hal itu KH Syafi'i Hadzimi sangat terkejut, sambil menitikkan air mata ia bergumam : "Alangkah mulianya akhlaq Habib Ali bin Husain Al-Atthas, akhlaq keturunan Nabi yang benar-benar mengikuti jejak langkah datuknya." 9. Habib Idrus bin Salim Al-Jufri Ketika wafat, Habib Idrus bin Salim Al-Jufri telah mewariskan 25 cabang Al-Khairat di daerah Timur Indonesia, diantaranya : di Gorontalo, Sulawesi Utara, Maluku, Papua, dan di berbagai tempat yang lainnya. Juga ratusan sekolah, serta beberapa madrasah yang didirikan kala hidupnya. Kini perguruan Al-Khairat dikelola menjadi institusi modern berupa Perguruan Besar Al-Khairat dan Yayasan Al-Khiarat. Selain itu juga didirikan rumah sakit umum, panti asuhan, dan lain sebagainya. 10. Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bilfaqih Menjelang kelahirannya, seorang Ulama' Hadramawt, Habib Syaikhan bin Hasyim Assegaf, bermimpi bertemu Shulthan Auliya' As-Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani. Dalam mimpi itu, As-Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani menitipkan sebuah Al-Qur'an kepada Habib Syaikhan bin Hasyim Assegaf agar diberikan kepada Habib Ahmad bin Muhammad Bilfaqih. Pagi harinya Habib Syaikhan bin Hasyim Assegaf menceritakan mimpinya itu kepada Habib Ahmad bin Muhammad Bilfaqih, dan ia pun kemudian berkata : "Alhamdulillah, tadi malam aku dianugerahi oleh Allah Subhanahu Wata'ala seorang bayi laki-laki, dan itulah isyrat takwil mimpimu bertemu As-Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani dan menitipkan Al-Qur'an agar disampaikan kepadaku. maka putraku ini akan kuberi nama Abdul Qadir, dengan harapan Allah Subhanahu Wata'ala akan memberikan ilmu, maqam, dan kewaliannya sebagaimana As-Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani." 11. Habib Muhammad bin Husain Al-Aydrus Pada suatu saat dalam sebuah majlis di kota Surabaya tiba-tiba lampu padam sehingga keadaan menjadi gelap gulita, padahal di dalam masjidtengah digelar sebuah acara pengajian. Tiba-tiba dari kejauhan tampak seberkas cahaya dan tampak pula seseorang yang menggunakan pakaian serba putih, lengkap dengan gamis dan surbanyya berjalan menuju masjid, setelah semakin dekat, ternyata orang tersebut adalah Habib Muhammad bin Husain Al-Aydrus. Awalnya kehadiran sang Habib Muhammad bin Husain Al-Aydrus tidak terlalu mendapat perhatian dari para Jama'ah yang berada di masjid tersebut. Baru ketika Habib Muhammad bin Husain Al-Aydrus masuk ke dalam masjid, tiba-tiba terjadi suatu peristiwa yang menggemparkan. Bagian dalam masjid yang awalnya gelap gulita menjadi terang benderang seperti disorot lampu.cahaya itu ternyata sinar yang memancar dari tubuh Habib Muhammad bin Husain Al-Aydrus. Semenjak itulah, masyarakat memberikan gelar kepadanya dengan sebutan Habib Neon. 12. Habib Salim bin Ahmad bin jindan Habib Salim bin Ahmad dikenal sebagai Ulama' yang ahli dalam menjawab berbagai persoalan yang terkadang menjebak sekalipun. Pernah pada suatu hari ia ditanya oleh seorang pendeta : "Habib, manakah yang lebih mulia, yang masih hidup atau yang sudah mati ?" Habib Salim bin Ahmad menjawab : "Semua orang akan mengatakan, bahwa yang hidup lebih mulia dari pada yang sudah mati, sebab yang mati sudah menjadi tulang belulang." Lalu pendeta itu mengatakan : "Kalau begitu Isa bin Maryam lebih mulia dari Muhammad bin Abdullah, sebab Muhammad sudah meninggal, sementara Isa menurut keyakinan Habib belum mati." "Kalau begitu berarti ibu saya lebih mulia dari Maryam, sebab Maryam sudah meninggal sedang ibu saya masih hidup. Itu dia ada di belakang." Jawab Habib Salim bin Ahmad santai. Mendengar jawaban itu si pendeta terdiam seribu bahasa, lalu berpamitan pulang. 13. Habib Sholeh bin Mukhsin Al-Hamid Hari demi hari ia lewati dengan menyeru manusia kepada Allah Subhanahu Wata'ala, hingga datanglah suatu ketika datanglah Ilham Rabbaniyyah kepadanya untuk melakukan 'uzlah, yaitu mengasingkan diri dari gemerlap duniawi serta godaannya, untuk menghadap dan bertawajjuh kepada kebesaran sang pencipta. Dalam khalwatnya, ia senantiasa mengisi waktu-waktunya dengan membaca Al-Qur'an, Bershalawat, Berdzikir, mengagungkan Asma Allah Subhanahu Wata'ala, serta selalu mengkaji sejarah para pendahulunya. Hal itu berlangsung selama lebih dari 3 tahun. Hingga pada suatu saat dalam khalwatnya ia didatangi oleh gurunya, Habib Abu bakar bin Muhammad Assegaf. Habib Abu bakar bin Muhammad Assegaf memberinya sebuah serban hijau, seraya berkata : "Aku datang kesini atas perintah Rasulullah Shalallahu 'Alayhi Wasallam, beliau mengutusku untuk menyerahkan serban hijau ini kepadamu." Selanjutnya Habib Abu bakar bin Muhammad Assegaf mengajaknya keluar dari dalam khlawatnya, lalu memerintahkan Habib Sholeh bin Mukhsin Al-Hamid untuk datang ke kediamannya di kota Gresik. Sesampainya di rumah Habib Abu bakar bin Muhammad Assegaf, Habib Sholeh bin Mukhsin Al-Hamid diminta untuk mandi di Jabiyah (Kolam mandi khusus Habib Abu bakar bin Muhammad Assegaf yang berada di kediamannya di kota Gresik). Kemudian Habib Abu bakar bin Muhammad Assegaf memberinya mandat, dan ijazah, dengan memakaikan gamis, imamah, serta surban. Pernah suatu ketika Habib Sholeh bin Mukhsin Al-Hamid mengatakan : "Ketika berada di dalam khalwat, aku merasakan ketenangan bathin. Disana aku bertemu Rasulullah Shalallahu 'Alayhi Wasallam dalam keadaan terjaga. Aku melihat wajah Rasulullah Shalallahu 'Alayhi Wasallam, ketika itu aku melihat sinar yang begitu terang dari wajah beliau." 14. Habib / As Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki Al-Hasani Pada hari kamis 14 Ramadhan,Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki Al-Hasani menjalani pemeriksaan di rumah sakit setempat. Di rumah sakit tersebut sudah berkumpul para murid-murid dan kerabatnya, ia pun tetap gembira seperti tidak dalam keadaan sakit. Malamnya Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki Al-Hasani meminta kepada dokter untuk menengok keluarga dan murid-muridnya yang berada di pesantrennya di Rushaifah. Tepat jam 24:00 ia keluar dari pintu rumah sakit, saat beranjak menuju mobil, ia menengadahkan wajahnya ke langit selama 2 menit, hingga salah satu muridnya bertanya : "Ada apa Habib ?" ia pun menjawab : "Tidak ada apa-apa." Padahal saat itu bulan seharusnya sedang purnama, namun malam itu justru gelap tertutup awan. Memang sebelum beberapa hari, ia selalu meminta kepada murid-muridnya untuk melihat bulan dan selalu bertanya apakah bulan sudah nampak ? Kenang salah seorang muridnya. Dari rumah sakit,Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki Al-Hasani langsung menuju pondok pesantren beliau untuk menemui murid-muridnya. Saat itu jam menunjukkan pukul 03:00. Tak berselang lama, datanglah adiknya Sayyid Abbas bin Alwi Al-Malik Al-Hasani bersama para keluarga lainnya. Kemudian mereka bersama-sama membaca Qasidah. Seetelah acara tersebut selesai, terjadilah obrolan yang diselingi canda tawa. Tepat pukul 04:00,Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki Al-Hasani melakukan sahur dan meminta para muridnya untuk istirahat guna bersiap Shalat Subuh, sedang Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki Al-Hasani sendiri masuk di dalam kamar kerjanya dengan ditemani seorang muridnya yang bernama Burhan. Sesampainya di dalam kamar, Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki Al-Hasani bertanya kepada muridnya tersebut, : "Wahai Burhan, aku sebaiknya istirahat di kursi atau di bumi ?" "Terserah Habib saja." Jawab sang murid bingung. "Baiklah, aku akan istirahat di bumi saja." Kata Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki Al-Hasani. ia pun kemudian duduk bersandar menghadap kiblat, sesaat ia mengambil sebuah kitab dari tangan murid tersebut, namun diletakkan di atas meja, lalu Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki Al-Hasani menengadahkan wajahnya yang suci ke atas langit seraya menyebut : "Lailahaillah..." Innalillahi Wainnailaihi Rajiun...Sang permata Ilmu ini pun menghadap ke sang pencipta. Habib Muhammad bin Alwi Al-Maliki Al-Hasani wafat tepat pada waktu Subuh pada hari Jum'at 15 Ramadhan 1425 H yang bertepatan dengan 29 Oktober 2004 M di Makkah. Habib Ali Shahib Simthud durar bin Muhammad bin husein Al-Habsyi : "Mereka adalah pendahulu kita, yang telah memusatkan segala usahanya untuk menuju kepada Allah Subhanahu Wata'ala dengan mengikuti petunjuk Nabi pilihan-Nya. Amal mereka bersih dari berbagai penyakit. Kehidupan mereka dihiasi dengan Ilmu, Akhlaq, dan Wirid. Mereka bersungguh-sungguh dalam beramal dengan mencurahkan segala perhatiannya. Mereka mengabdi kepada Allah Subhanahu Wata'ala dengan Ilmu, Amal, dan Zuhud. Mereka adalah kaum yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu Wata'ala dengan diberikan kedudukan disisi-Nya. Mereka adalah golongan para Al-Quthub serta Al-Autad yang mulia." Sumber : Buku "17 Habaib Paling Berpengaruh di Indonesia" Karya : Sayyid Abdul Qadir Umar Maula Ad-Dawileh.
Catatan Popular
-
kisah teladan para wali Allah dan ahli tasawuf, para sufi Rabiah Al-adawiyah, Al-Ghazali, Al-Jaelani. al hallaj,kata mutiara sufi, tasawuf, ...
-
Dikisahkan Syeikh Abu Hasan As-Syazili berkelana mencari mursyid dan bertemu dengan Syekh Shalih Abi al-Fath al-Wasithi, yaitu syekh yang pa...
-
Beliau adalah seorang Sayyid dan Syarif (julukan khusus untuk keturunan Nabi Muhammad SAW) Imam para Wali dan orang-orang sholeh (Al-Qutub) ...
Jumaat, 31 Januari 2014
Buku "17 Habaib Paling Berpengaruh di Indonesia"
Al Habib Muhammad Riziq Shihab bin Husain Shihab : " Jangan kamu fikir bercerita tentang Anbiya', Sahabat, Tabi'in, Tabi'ut Tabi'in, Auliya', Shalihin tidak bermanfaat, bercerita tentang orang Shalih dapat menambah keyakinan dan menambah kemantapan hati kita kepada agama ini. Jadi berbohong orang yang mengatakan bahwa bercerita tentang orang Shalih itu tidak bermanfaat "
Dari kiri atas ke kanan bawah :
1. Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi
Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi merupakan perinris pertama pengadaan Haul Auliya' dan Kaum Shalihin di Indonesia. Untuk pertama kalinya ia mengadakan haul gurunya Habib Muhammad bin Thahir Al-Haddad yang makamnya berada di kota Tegal. Di Indonesia, Habib Muhammad bin idrus Al-Habsyi adalah seseorang yang pertama kali mempopulerkan pembacaan Maulid dengan menggunakan Kitab Maulid Simtuddurar, karya Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi. Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi mengadakan pembacaan Maulid Nabi Muhammad Shlallahu 'Alayhi Wasllam sebagaimana yang dilakukan oleh Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi di kota Seiwun, Hadramawt, yaitu pada setiap akhir hari kamis di bulan Rabi'ul Awwal. Awal mulanya, ia mengadakannya di daerah Jatiwangi, dekat Cirebon. Karena beberapa hal, ia memindahkannya ke kota Bogor. Majlis tersebut berjalan dan masyarakat sangat antusias menghadirinya, hingga kemudian timbul fitnah dari orang-ornag hasut, dengki, dan tidak suka terhadap apa yang dilakukan oleh Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi. Maka dengan bantuan seorang Kapten Arab dari keluarga Bouseit, kemudian ia memindahkannya ke kota Surabaya. Demikianlah hal itu berlangsung terus hingga beliau wafat. Sepeniggalnya, yang meneruskan pembacaan Maulid yang dirintisnya adalah Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi. Awal mulanya, Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi mengadakannya dihalaman Majlis Jami'at Khair, Jakarta. Ketika Habib Ali bin Abdurrahman mendirikan Majlis Ta'lim di Kwitang, maka ia memindahkan pembacaan Maulid tersebut ke Majlis Ta'lim Kwitang dan hal itu berlangsung hingga saat ini.
2. Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdhar
Suatu ketika Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdhar datang ke Pekalongan, setelah beberpa hari, ia meminta izin kepada Habib Ahmad bin Abdullah Al-Atthas untuk melanjutkan perjalanannya ke Jakarta. Saat itu Habib Ahmad bin Abdullah Al-Atthas berkata : "Saat ini aku teringat anakku yang bernama Ali yang berada di Hadramaut. Aku menginginkannya datang pada hari raya tahun ini" Lalu Muhammad bin Ahmad Al-Muhdhar mengatakan kepada Habib Ahmad bin Abdullah Al-Atthas : "Tahun ini ia akan datang dan berhari raya di tempat Antum." Hari berhanti hari, dan hari raya pun semakin dekat, sedangkan Habib Ali bin Ahmad Al-Atthas masih berda di kota Hadramawt dan tak ada tanda-tanda akan kedatangannya. Maklum, Habib Ahmad bin Abdullah Al-Atthas sendiri juga tidak mengirimkan surat kepada anknya Ali agar datang ke Indonesia. ketika Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdhar sampai di Jakarta, masyarakat berduyun-duyun menyambutnya. Beliau menuju rumah seorang Muhibbin yang bernama Ahmad bin Abdullah Basalamah. Lalu pada sore harinya mengadakan Rauhah. Diantara yang diceritakan oleh Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdhar dalam Majlis tersebut adalah pertemuannya dengan Habib Ahmad bin Abdullah Al-Atthas, Pekalongan. hingga membahas perihal Habib Ali bin Ahmad Al-Atthas. Keesokan harinya menjelang maghrib, datanglah seorang tukang pos membawa sepucuk telegram untuk Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdhar. Diujung surat itu tertulis dari Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib Al-Atthas di Pekalongan, setelah dibuka isinya : "Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdhar di Betawi. Semoga Allah Subhanahu Wata'ala membahagiakanmu. Anakku Ali telah sampai Singapura dan esok ia akan menuju Jawa. Ahmad bin Abdullah bin Thalib Al-Atthas, Pekalongan." Setelah membaca isi telegram itu, tersenyumlah Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdhar.
3. Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf
Pada suatu hari, tepatnya pada hari jum'at, terjadi suatu peristiwa yang sungguh diluar jangkauan akal manusia. Disaat ia tengah khusyu' mendengarkan seorang khatib yang sedang menyampaikan khutbahnya di atas mimbar. Datanglah Ilham Rabbaniyyah, dengan lintasan hati Rahmani dan sebuah izin Rabbani kepada dirinya untuk ber'uzlah dan mengasingkan diri dari keramaian duniawi serta godaannya, menghadapkebesaran Ilahiyyah, bertawajjuh kepada sang pencipta dan menyeru keagungan namanya di dalam keheningan. Sejak saat itu ia tidak pernah menemui seseorang dan tidak mengizinkan orang lain untuk menemuinya. Hal tersebut dilakukannya dengan penuh kesabaran dan ketabahan. Waktu demi waktu pun berjalan, sehingga tak tersa sudah sampai 15 tahun lamanya. Ia pun akhirnya mendapatkan izin untuk keluar dari 'uzlahnya melalui isyrat gurunya, Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi memeluknya dan mengatakan : "Aku memohon dan bertawajjuh kepada Allah Subhanahu Wata'ala selama 3 malam berturut-turut untuk mengeluarkan Abu Bakar bin Muhammad Assegaf dari 'uzlahnya.
4. Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi
Dalam pernikahannya, Habib Abdurrahman bin Abdullah Al-Habsyi dan Hajjah Salmah sangat lama tidak memperoleh momongan, hingga pada suatu malam Hajjah Salmah bermimpi. Di dalam mimpinya itu Hajjah Salmah menggali sebuah sumur, ketika baru digali, dari situ muncullah air yang memancar begitu derasnya, hingga air tersebut melimpah ruah menbanjiri sekelilingnya. Pagi harinya mimpi tersebut diceritakan kepada suaminya. Mendengar mimpi istrinya tersebut, Habib Abdurrahman bin Abdullah Al-Habsyi menemui Habib Syaikh bin Ahmad Bafaqih untuk mengutarakan dan menanyakan tentang mimpi istrinya tersebut. Lalu Habib Syaikh bin Ahmad Bafaqih Mengatakan, bahwa habib Abdurrahman bin Abdullah Al-Habsyi dan Hajjah salmah akan mendapat anak yang Shalih dan kelak ilmunya akan memenuhi hati-hati umat Islam di Nusantara serta keberkahannya menyebar ke berbagai penjuru Dunia. Apa yang dikatakan oleh Habib Syaikh bin Ahmad Bafaqih tersebut beberpa bulan kemudianmenjadi kenyataan. Pada hari Ahad 20 Jumadil Awwal 1286 H yang bertepatan dengan 20 April 1870 M, di Kwitang, lahirlah anak yang kemudian diberi nama Ali. sejak usia dini, ayahnya memberikan sebuah pendidikan yang terbaik bagi sang buah hati ini. Habib Abdurrahman bin Abdullah Al-Habsyi menginginkan, agar kelak sang anak menjadi Ulama' besar sebagaimana yang dikatakan oleh Habib Syaikh bin ahmad Bafaqih melalui isyarat sang istri.
5. Habib Alwi bin Muhammad Al-Haddad
Pernah suatu saat, Van Der Plass, seorang ahli siasat dan direktur urusan bumi putera pemerintah Hindia Belanda, datang ke kota Bogor untuk menemui Habib Alwi bin Muhammad Al-Haddad. Kedatangannya itu, ia menyamar sebagai orang biasa. Setelah mengetuk rumah Habib Alwi bin Muhammad Al-Haddad, Van Der Plass dipersilahkan masuk. setelah masuk, ia menjelaskan panjang lebar maksud kedatangannya itu, dari awal kali pembicaraannya, sang tuan rumah diam saja, tak keluar sepatah katapun. Karena Habib Alwi bin Muhammad Al-Haddad sudah mengetahui maksud kedatangannya si tamu asing yang sedang menyamar ini. Tujuan kedatangannya adalah agar mendukung program-program kompeni dan agar ia bisa menunjukkan seorang Ulama' yang nantinya bisa diperalat untuk mendukung penjajahan. Namun Van Der Plass kehilangan akal, ia lalu membujuk sang Ulama' agar bisa mempertemukannya dengan orang yang ia maksud. Namun tetap saja, sang tuan rumah tak bergeming. Ia tidak mau bekerjasama dengan pemerintah Belanda, apalagi mendukung penjajahan yang jelas-jelas ditentang Islam dan para Ulama'. Agar si tamu ini pergi dari rumahnya, akhirnya Habib Alwi bin Muhammad Al-Haddad mengatakan : "Kalau itu yang engkau maksudkan, maka pergilah ke tanah Jawa bagian timur, tepatnya di kota Jombang. Disana tuan jumpai seorang yang 'Alim. Ia merupakan tokoh Ulama' dan seorang Kyai Besar, KH Hasyim Asy'ari namanya." Jawabnya enteng. Tentu saja jawaban sang Habib ini membuatnya malu bukan main, karena sudah tahu tujuannya. Akhirnya Van Der Plass berpamitan pulang dengan muka merah padam. Ia tak berhasil membujuk tokoh yang terkenal sangat 'Alim dan Kasyaf ini. Habib Alwi bin Muhammad Al-Haddad sengaja menunjuk KH Hasyim Asy'ari, karena beliau merupakan tokoh Ulama' yang sangat getol dan gigih melawan penjajah Belanda.
6. Habib Husain bin Muhammad Al-Haddad
Pada suatu saat, pernah terjadi pada orang yang sangat dekat dengan Habib Husain bin Muhammad Al-Haddad. Ketika itu, orang tersebut sedang menunaikan ibadah haji, saat melaksanakan thawaf dia terjatuh diantara lautan manusia yang sedang berthawaf, saat terjatu itulah ia mendapati dirinya berada di dekat Habib Husain bin Muhammad Al-Haddad. Setelah sadar orang tersebut mendapati Habib Husain bin Muhammad Al-Haddad berada di sampingnya dan mengatakan : "Aku yang telah menolong dan membantumu." Padahal saat itu Habib Husain bin Muhammad Al-Haddad tidak melaksanakan haji dan ia berada di Indonesia.
Langgan:
Catatan (Atom)