Catatan Popular
-
kisah teladan para wali Allah dan ahli tasawuf, para sufi Rabiah Al-adawiyah, Al-Ghazali, Al-Jaelani. al hallaj,kata mutiara sufi, tasawuf, ...
-
Dikisahkan Syeikh Abu Hasan As-Syazili berkelana mencari mursyid dan bertemu dengan Syekh Shalih Abi al-Fath al-Wasithi, yaitu syekh yang pa...
-
Beliau adalah seorang Sayyid dan Syarif (julukan khusus untuk keturunan Nabi Muhammad SAW) Imam para Wali dan orang-orang sholeh (Al-Qutub) ...
Jumaat, 3 Jun 2011
Ribuan Jamaah Hadiri Haul Akbar Guru Besar Tarekat Naqsyabandi
Ribuan Jamaah Hadiri Haul Akbar Guru Besar Tarekat Naqsyabandi
Selasa, 24 Mei 2011 00:02:45 WIB
Reporter : Harisandi Savari
Pamekasan (beritajatim.com) - Sedikitnya dua ribu jamaah dari berbagai daerah tumpah ruah menghadiri Haul Akbar Guru Besar Tarekat Naqsyabandi Mudzhariyah ke 31, Al Habib Muhsin Bin Ali Al Hinduan RA, Senin (23/5/2011).
Acara yang diselenggarakan di Jalan Hos Cokroaminoto tersebut terpaksa menutup jalan dari arah timur dan barat. Sebab, tidak hanya simpatisan yang datang, para habaib, alim ulama dan warga sekitar juga larut dalam acara tahunan ini. Kendati demikian, perhelatan haul akbar berlangsung dengan lancar.
Menurut Ketua Panitia Haul Akbar, Habib Ali Al Hinduan, ada sekitar dua ribu jamaah tarekat nasyabandi mudzhariyah yang menghadiri acara tahunan ini. Mereka datang mulai dari daerah Kalimantan Tengah (Pangkalambun, Sukamara, Kualajelai, Kotawaringin, Manismata, Jorong dan Air Hitam), Kalimantan Barat (Pontianak, Singkawang, Mempawah dan Pemangkat), Banjarmasin, Jember, Bondowoso, Situbondo, Jakarta, Makasar serta empat kabupaten di Madura, yakni Sumenep, Pamekasan, Sampang dan Bangkalan.
"Acara haul akbar Al Habib Muhsin Bin Ali Al Hinduan diselenggarakan tiap tahun sekali. Dan, waktunya bergiliran antara Sumenep dan Kalimantan Barat," kata Habib Ali, salah satu putra Al Habib Muhsin Bin Ali Al Hinduan.
Dijelaskan, acara haul akbar kali ini juga diisi oleh berbagai kegiatan, seperti ziarah ke pusara Habib Muhsin, tahlil, pembacaan shalawat serta berbagai kegiatan penting lainnya.
Sementara untuk pamungkas dan ditunggu-tunggu jamaah adalah isi ceramah oleh penerus Al Habib Muhsin Bin Ali Al Hinduan RA, yakni S. Amin Muhsin Al Hinduan.
Dalam ceramahnya, pria yang biasa disapa Ustad Amin ini, menceritakan tentang ketangguhan ayahnya (Habib Muhsin) dalam menyebarkan ajarannya hingga ke pelosok-pelosok daerah di Indonesia. "Habib Muhsin tidak pernah putus asa. Ia terus berjuang dan berjuang. Ia rela meninggalkan keluarganya hanya demi muridnya. Bahkan, abah saya wafat saat di tengah-tengah muridnya," katanya.
Ia juga menjelaskan bagaimana Habib Muhsin mempunyai kesamaan sifat dengan Baginda Muhammad SAW. Yakni Siddiq, Amanah, Tabligh dan Fatonah. "Tidak salah, jika Habib Muhsin merupakan ulama hebat dan terkenal penerus ajaran para nabi," pungkasnya. [san/ted]
Kontroversi Buku Nasab Al-Junied Oleh: benmashoor
Kontroversi Buku Nasab Al-Junied Oleh: benmashoor | 27 Maret 2011
oleh Berantas Alawiyyin Gadungan pada 02 Juni 2011
Kontroversi Buku Nasab Al-Junied
Selama ini orang-orang yang mempunyai perhatian dalam masalah nasab di Indonesia hanya mengenal buku rujukan nasab yang umum digunakan hanya terdiri dari tiga buku yaitu buku nasab Syamsu Dzahirah dari Hadramaut karangan Habib Abdurrahman bin Muhammad al-Masyhur, buku nasab hasil sensus yang disusun oleh Habib Ali bin Jafar Assegaf dan buku induk nasab yang merupakan perpaduan antara buku Hadramaut dan buku Habib Ali bin Jafar Assegaf yang berjumlah 15 jilid. Di samping itu terdapat pula rujukan nasab yang disusun oleh masing-masing family Alawiyin baik dalam bentuk lauhah, buku, manuskrip dan lainnya.
Sejalan dengan timbulnya beberapa permasalahan nasab yang memerlukan kehati-hatian untuk menyelesaikannya, ternyata di samping buku-buku rujukan nasab tersebut, terdapat pula buku rujukan nasab lain yang konon katanya lebih “tua” dan berbeda dalam cara penulisannya dengan ketiga buku rujukan di atas. Sebut saja salah satu buku tersebut adalah buku yang dikenal dengan “buku nasab al-Junied” .
Beberapa pihak mengatakan bahwa buku nasab Al-Junied berasal dari Singapura, walaupun foto copinya sudah menyebar ke berbagai Negara seperti Indonesia dan Malaysia. Ketika mendengar hal itu, kami langsung melakukan penelitian tentang kebenaran informasi yang mengatakan buku tersebut lebih tua dari buku nasab “Syamsu Dzahirah” karangan Habib Abdurrahman bin Muhammad Al-Masyhur yang disusun pada akhir abad 19.
Alhamdulillah, setelah kami teliti timbul beberapa pertanyaan berkaitan dengan kebenaran buku tersebut. Di antaranya adalah terdapat beberapa perbedaan urutan silsilah nasab pada buku nasab Al-Junied yang terdapat di Indonesia dan Malaysia. Di samping itu, buku tersebut tidak ada sedikitpun tertulis nama penyusunnya, apalagi nama family Al-Junied. Bahkan dibeberapa bagian terdapat tulisan yang hilang yang kemungkinan sengaja dihapus oleh pihak-pihak yang mempunyai kepentingan untuk mempertahankan pendapatnya bahwa buku itu memang lebih tua dari kitab ‘Syamsu Dzahirah’ yang dimiliki Maktab Daimi-Rabithah Alawiyah. Yang menimbulkan pertanyaan lagi adalah selintas tulisan yang menyatakan tahun penyusunan buku tersebut tidak sama dengan tulisan silsilah yang ada pada buku tersebut dan terkesan tulisan itu tulisan baru.
Setelah beberapa saat kami menelaah dan mengumpulkan informasi ternyata ada titik terang yang merupakan jawaban dari kontroversi buku tersebut. Menurut beberapa sumber, dan dari beberapa dokumen yang kami teliti, ternyata family Al-Junied Singapura adalah Alawiyin pertama yang mempunyai prakarsa untuk menyusun buku Aljunied pada tahun 1960-an, beberapa tahun setelah dijadikannya Singapura sebagai perwakilan dari Rabithah Alawiyah Jakarta. Kantor yang dijadikan tempat untuk mengumpulkan pendataan nasab baik dari Singapura maupun Malaysia terletak di Madrasah Al-Junied dan Masjid Ba’alawi. Orang yang mengkompilasi buku nasab tersebut bernama Sayid Harun bin Hasan Al-Junied di bawah pengawasan Sayid Ahmad Faisal Al-Junied.
Ketika kedua orang tersebut wafat, pemeliharaan silsilah nasab dilanjutkan oleh Abdullah bin Umar As-Syatri dan diserahkan kepada Sayid Ibrahim Alkaf. Untuk melengkapi data-data yang semakin hari semakin bertambah, Sayid Ibrahim Alkaf meminjam buku nasab milik Rabithah Alawiyah yang dibuktikan dengan adanya perjanjian tertulis di antara kedua belah pihak. Setelah Sayid Ibrahim Alkaf meninggal, kelanjutan penulisan dan pemeliharaan buku tersebut dipegang oleh Sayid Abdullah Assyatri dan saat ini konon buku tersebut masih terpelihara baik di tangan anak sayid Abdullah Assyatri yang bernama Sayid Umar Asyatri yang tinggal di Subang Jaya Malaysia.
Lalu apa motif sebagian pihak yang mengatakan bahwa buku tersebut lebih tua dari buku “Syamsu Dzahirah”, apalagi beberapa urutan silsilah family Alawiyin tertentu berbeda antara kitab Syamsu Dzahirah dengan kitab yang disangkakan sebagai kitab Al-Junied. Apakah terdapat motif-motif yang tidak baik dari pihak tersebut sehingga ingin menguatkan pendapatnya yang bertentangan dengan kitab ‘Syamsu Dzahirah’ dan kitab yang ditulis oleh Habib Ali bin Ja’far Assegaf , yang lebih mengkhawatirkan lagi pihak tersebut diduga telah salah dalam menentukan urutan silsilah nasab beberapa family Alawiyin.
Wallahu a’lam.
NB.
Berita terkini yang penulis dapatkan, mengatakan bahwa buku nasab Al-Junied ‘TIDAK ADA‘
INILAH KALO ORANG BAHLUL....KALAM SEENAK LIDAH....AKHSAN ANTUM YA IDRUS ALMASYHUR URUS JAMIAT ALKHAIRAT DENGAN BAEK DAN BENAR
oleh Berantas Alawiyyin Gadungan pada 02 Juni 2011
Kontroversi Buku Nasab Al-Junied
Selama ini orang-orang yang mempunyai perhatian dalam masalah nasab di Indonesia hanya mengenal buku rujukan nasab yang umum digunakan hanya terdiri dari tiga buku yaitu buku nasab Syamsu Dzahirah dari Hadramaut karangan Habib Abdurrahman bin Muhammad al-Masyhur, buku nasab hasil sensus yang disusun oleh Habib Ali bin Jafar Assegaf dan buku induk nasab yang merupakan perpaduan antara buku Hadramaut dan buku Habib Ali bin Jafar Assegaf yang berjumlah 15 jilid. Di samping itu terdapat pula rujukan nasab yang disusun oleh masing-masing family Alawiyin baik dalam bentuk lauhah, buku, manuskrip dan lainnya.
Sejalan dengan timbulnya beberapa permasalahan nasab yang memerlukan kehati-hatian untuk menyelesaikannya, ternyata di samping buku-buku rujukan nasab tersebut, terdapat pula buku rujukan nasab lain yang konon katanya lebih “tua” dan berbeda dalam cara penulisannya dengan ketiga buku rujukan di atas. Sebut saja salah satu buku tersebut adalah buku yang dikenal dengan “buku nasab al-Junied” .
Beberapa pihak mengatakan bahwa buku nasab Al-Junied berasal dari Singapura, walaupun foto copinya sudah menyebar ke berbagai Negara seperti Indonesia dan Malaysia. Ketika mendengar hal itu, kami langsung melakukan penelitian tentang kebenaran informasi yang mengatakan buku tersebut lebih tua dari buku nasab “Syamsu Dzahirah” karangan Habib Abdurrahman bin Muhammad Al-Masyhur yang disusun pada akhir abad 19.
Alhamdulillah, setelah kami teliti timbul beberapa pertanyaan berkaitan dengan kebenaran buku tersebut. Di antaranya adalah terdapat beberapa perbedaan urutan silsilah nasab pada buku nasab Al-Junied yang terdapat di Indonesia dan Malaysia. Di samping itu, buku tersebut tidak ada sedikitpun tertulis nama penyusunnya, apalagi nama family Al-Junied. Bahkan dibeberapa bagian terdapat tulisan yang hilang yang kemungkinan sengaja dihapus oleh pihak-pihak yang mempunyai kepentingan untuk mempertahankan pendapatnya bahwa buku itu memang lebih tua dari kitab ‘Syamsu Dzahirah’ yang dimiliki Maktab Daimi-Rabithah Alawiyah. Yang menimbulkan pertanyaan lagi adalah selintas tulisan yang menyatakan tahun penyusunan buku tersebut tidak sama dengan tulisan silsilah yang ada pada buku tersebut dan terkesan tulisan itu tulisan baru.
Setelah beberapa saat kami menelaah dan mengumpulkan informasi ternyata ada titik terang yang merupakan jawaban dari kontroversi buku tersebut. Menurut beberapa sumber, dan dari beberapa dokumen yang kami teliti, ternyata family Al-Junied Singapura adalah Alawiyin pertama yang mempunyai prakarsa untuk menyusun buku Aljunied pada tahun 1960-an, beberapa tahun setelah dijadikannya Singapura sebagai perwakilan dari Rabithah Alawiyah Jakarta. Kantor yang dijadikan tempat untuk mengumpulkan pendataan nasab baik dari Singapura maupun Malaysia terletak di Madrasah Al-Junied dan Masjid Ba’alawi. Orang yang mengkompilasi buku nasab tersebut bernama Sayid Harun bin Hasan Al-Junied di bawah pengawasan Sayid Ahmad Faisal Al-Junied.
Ketika kedua orang tersebut wafat, pemeliharaan silsilah nasab dilanjutkan oleh Abdullah bin Umar As-Syatri dan diserahkan kepada Sayid Ibrahim Alkaf. Untuk melengkapi data-data yang semakin hari semakin bertambah, Sayid Ibrahim Alkaf meminjam buku nasab milik Rabithah Alawiyah yang dibuktikan dengan adanya perjanjian tertulis di antara kedua belah pihak. Setelah Sayid Ibrahim Alkaf meninggal, kelanjutan penulisan dan pemeliharaan buku tersebut dipegang oleh Sayid Abdullah Assyatri dan saat ini konon buku tersebut masih terpelihara baik di tangan anak sayid Abdullah Assyatri yang bernama Sayid Umar Asyatri yang tinggal di Subang Jaya Malaysia.
Lalu apa motif sebagian pihak yang mengatakan bahwa buku tersebut lebih tua dari buku “Syamsu Dzahirah”, apalagi beberapa urutan silsilah family Alawiyin tertentu berbeda antara kitab Syamsu Dzahirah dengan kitab yang disangkakan sebagai kitab Al-Junied. Apakah terdapat motif-motif yang tidak baik dari pihak tersebut sehingga ingin menguatkan pendapatnya yang bertentangan dengan kitab ‘Syamsu Dzahirah’ dan kitab yang ditulis oleh Habib Ali bin Ja’far Assegaf , yang lebih mengkhawatirkan lagi pihak tersebut diduga telah salah dalam menentukan urutan silsilah nasab beberapa family Alawiyin.
Wallahu a’lam.
NB.
Berita terkini yang penulis dapatkan, mengatakan bahwa buku nasab Al-Junied ‘TIDAK ADA‘
INILAH KALO ORANG BAHLUL....KALAM SEENAK LIDAH....AKHSAN ANTUM YA IDRUS ALMASYHUR URUS JAMIAT ALKHAIRAT DENGAN BAEK DAN BENAR
Dari Hadramaut Sebarkan Islam di Makassar
Mengenal Komunitas Arab di Makassar
SALAH satu komunitas suku yang berperan terhadap penyebaran agama Islam di Sulawesi Selatan, khususnya di Kota Makassar, adalah suku Arab. Hingga kini, keturunan suku Arab di kota ini masih banyak bisa dijumpai.
Profesi keturunan mereka pun kini tak lagi hanya berdagang atau sebagai penyiar Islam sembari berdagang, seperti kakek- nenek mereka di awal menjejakkan kaki di Kota Makassar.
"Kini profesi orang keturunan Arab di kota ini cukup beragam, mulai sebagai pedagang, muballig, akademisi, birokrat, hingga militer. Pokoknya, hampir semua profesi ada saja orang keturunan Arab," ujar Ketua Yayasan Jamiatul Ittihad Wal Muawwana (JIWA) Dr HS Agil Alatas saat ditemui Tribun beberapa waktu lalu.
Yayasan JIWA adalah organisasi yang menghimpun para keturunan Arab yang bermukim di Kota Makassar dan sekitarnya. Yayasan ini berkantor di Jl Sungai Poso, Makassar.
Menurut Agil, orang keturunan Arab yang ada di Makassar maupun di Indonesia, umumnya berasal dari Hadramaut (Yaman) yang kemudian beranak-pinak di kota ini.
Keberadaan para keturunan Arab di kota ini awalnya banyak bermukim di sekitar Jl Lombok, Jl Nusantara, dan beberapa titik di Kecamata Wajo. Namun seiring perkembangan kota dan kedatangan penduduk dari luar Makassar, banyak keturunan Arab itu kemudian hidup berpencar.
Jumlah warga keturanan Arab yang berdomisili di Makassar saat ini diperkirakan sekitar 200 kepala keluarga. Guna terus mempererat hubungan persaudaraan di antara mereka, komunitas ini kerap melakukan kegiatan pengajian rutin.
Sebagian kegiatan mereka, khususnya kaum wanita, dipusatkan di Gedung Ittihad yang terletak di Jalan Sungai Poso. Sedangkan kaum pria, digelar di Masjid As' Said yang berlokasi di Jl Lombok.
Komunitas Arab ini juga telah memiliki lembaga pendidikan yang didirikannya yakni SMP Ittihad dan SMA Ittihad. Melalui aktivitas di masjid dan sekolah yang didirikan komunitas inilah sejumlah ulama dan cendekiawan kota ini dihasilkan
Pengikut Tarikat Al Alawiyah
Pengikut Tarikat Al Alawiyah
oleh Machmud Al-Habsyi pada 01 Juni 2011 jam 23:54
KOMUNITAS keturunan Arab di Makassar umumnya adalah pengikut Tarikat Al Alawiyah. Tarikat ini berpegang pada tauhid Imam Al Asy'ariy dan fiqih-nya adalah Imam Syafii. Tasawufnya dari sanad Imam Abu Madyan.
Amalan seperti ratib yang merupakan kumpulan hadis, tahlil yang merupakan kumpulan zikir, maulid yang merupakan kumpulan salawat sejarah dan syair atas Nabi SAW, dan wirid wirid serta zikir yg sudah diajarkan oleh Rasul SAW.
Kalau dikaitkan dengan sejarah, tarikat ini merupakan sekumpulan adat istiadat budaya para habaib atau keturunan Rasulullah dari garis Imam Ali dan Fatimah binti Rasulullah yang berhijrah ke Hadzramaut di Yaman yang kemudian menyebar ke India, Indonesia, dan belahan dunia lainnya.
Itulah sebabnya di bulan Ramadan, setiap malam menjelang salat tawarih, jamaah di Masjid As' Said membaca wirid Ratib Al Haddad.
"Wirid ini khas digunakan pengikut Tarikat Al Alawiyah," ujar imam Masjid As'Said Sayyid Alwi Bafaqih saat ditemui usai memimpin salat lohor di masjid tersebut, pekan lalu.
Wirid tersebut merupakan kumpula hadis-hadis Rasulullah yang dikumpulkan ulama dari Yaman bernama Habib Abdullah Alwi Al Haddad. Usai wirid, dilanjutkan dengan kasidah berupa puji- pujian atau lantunan syair yang memuji kebesaran Ilahi.
Pertanyaan Kritis Dalam Ilmu Nasab
Pertanyaan Kritis Dalam Ilmu Nasab
oleh Sayyid Syafiq Ashalaibiyyah pada 01 Juni 2011
Berikut ini adalah sejumlah pertanyaan yang wajib diajukan bagi para peneliti nasab sebagai langkah awal dari berbagai masalah kontemporer yang ada. Hal ini mengingat makin "kreatif" nya para pemalsu nasab dalam pengakuan nya sebagai seorang Alawiy.
Ana pribadi sering melihat perbincangan di dunia maya tentang beberapa hujjah yang digunakan untuk meyakinkan bahwa nasab yang digunakan nya benar.Tapi disini ana hanya akan membahas salah satu hujjah yang sering digunakan oleh kelompok yang jelas-jelas nasabnya dikategorikan"MAJHUL" yaitu ucapan mereka yang berbunyi "Nasab keluarga kerajaan tercatat rapih, karena ada juru tulis yang mencatat nya turun temurun,jadi akan sangat aneh jika ada orang yang mengatakan nasab ini hilang selama 500 tahun".
Dalam menghadapi pernyataan seperti itu, kita harus berpikir secara kritis yang tetap mengacu pada standar baku yaitu ilmu nasab agar pikiran tidak menjadi liar. Lalu kita juga jangan jadi pengekor atau "merasa gak enak" hati seperti tabiat orang Indonesia kebanyakan jika menemukan teman atau guru melakukan kesalahan dengan mengaku sebagai HABIB!!
Inilah butir-butir pertanyaan kritis tersebut:
1. Jika catatan nasabmu benar,kenapa sampai sekarang menjadi polemik?. Dari masa Sayyid Ali bin Ja'far hingga sekarang pun catatan mu tidak digunakan untuk diiktiraf dan diitsbat.
2.Siapa penulis catatan tersebut? ahli nasab kah? atau hanya abdi dalem (khadam) kerajaan?
3.Apakah ada jaminan bahwa kafa'ah Syarifah terjaga?
4. Apakah ada jaminan bahwa nasab tersebut tidak bercampur budaya tempatan?. Karena bisa saja ada yang menisbahkan nasab nya ke pihak ibu.
5. Apa ada jaminan bahwa nasab yang tak tercatat selama 500 tahun itu adalah anak dari perkawinan yang sah alias bukan math'unun nasab?. Sebab seorang Munsib tak mungkin mencatat math'unun nasab
6. Apakah pakar nasab seperti Sayyid Ali bin Ja'far Assegaf dan generasi setelahnya adalah orang bodoh sehingga tak mau mengitsbat dan mengiktiraf catatan nasab tersebut jika memang benar?..
Namun jangan salah sangka dulu, tidak semua catatan kerajaan tertolak jika catatan tersebut memenuhi kriteria standar ilmu nasab, maka sudah pasti akan di iktiraf. Contohnya catatan keraaan Kubu,Siak dan kesultanan Alqadri Pontianak dan lain-lain.
Semoga bermanfaat
Sayyid Syafiq Ashalaibiyyah © 2011
Habib Reza bn Mukhsin Alhamid
Habib Reza bn Mukhsin Alhamid KETUA TANDFIDZ FPI SULSEL 2011-2016
Alhabib Reza bin Muhsin Alhamid adalah putra pertama dari pasangan habib Muhsin bin Ali alhamid dan syarifah Nur bin Abu bakar alaydrus. Ibu dari habib Reza ini merupakan cucu dari Al habib Husen bin Abu bakar alaydrus shohibul luar batang yang terkenal kewaliannya. Habib Reza lahir pada hari Senin, 10 Syawal 1404 H. Beliau mempunyai empat saudara kandung yaitu Syarifah Jamilah, habib Muhammad Zacky, syarifah Khuriyah dan habib Abu bakar.
Nama lengkap beliau yaitu Habib Reza bin Muhsin bin Ali bin Ahmad bin Muhsin bin Abdulloh bin Salim bin Abu bakar bin Muhsin bin Idrus bin Umar bin Abdulloh bin Hamid bin Syaikh Abu bakar bin Salim. Yang menurut silsilah nasab adalah cucu ke-13 dari Alfakhrulwujud Assyaikh Abu bakar bin Salim. Assyaikh Abu bakar bin Salim nasabnya menyambung hingga sayyidina Husein bin Imam Ali Kwh dan binti sayidatuna Fatimah azzahro binti Rasululloh SAW. Tali rantai nasabnya tidak terputus di salah satu keturunannya. Nama atau gelar alhamid itu sendiri didapat dari salah seorang putra Assyaikh Abu bakar bin Salim Yang bernama Hamid yang artinya orang yang suka bersyukur atau memuji Alloh. Habib Reza adalah seorang anak yang berbakti kepada kedua orangtuanya hal ini dapat dilihat dari ketulusan hatinya dalam menuntut ilmu yang selalu meminta doa restu orangtua.
Setelah habib reza tamat SD di makasar beliau meminta doa restu kepada kedua orangtuanya untuk melanjutkan pendidikan di pulau jawa. Adapun tujuan yang pertama beliau tuju yaitu di pondok pesantren Alkhairaat yang beralamat di jalan Rawalumbu, Bekasi yang diasuh oleh Alhabib Hamid Naqib bin Muhammad BSA sekitar tahun 1996 sampai tahun 1999. Setelah dirasa cukup mondok disana kemudian pada tahun 1999 sampai tahun 2003 melanjutkan pendidikannya ke pondok pesantren Darullughoh wa da’wah Jawa timur, pimpinan Alhabib Ahmad bin Hasan Baharun yang sekarang diasuh oleh putra-putra beliau yaitu habib ali zain al abidin Baharun dan habib segaf Baharun. Setelah lima tahun mondok di Darullughoh habib reza belum puas akan ilmu-ilmu yang sudah didapat karena beliau haus akan ilmu kemudian beliaupun berangkat ke jakarta sekitar tahun 2003 tepatnya di pondok pesantren Ats Tsaqofah al-islamiyah pimpinan Alwaliy alhabib Abdurrahman bin Ahmad assegaf di Bukit duri, Jakarta selatan.
Hingga pada akhirnya atas dorongan orangtua habib reza berangkat ke Ribath Darulmusthofa al aidid pimpinan alhabib Umar bin Muhammad BSA di Hadroulmout, Yaman Selatan selama kurang lebih tiga tahun. Menurut daftar tertib santri habib umar dari catatan habib ali alhadad, maka habib reza terhitung dari angkatan ke-2 dari indonesia tetapi dari daftar habib umar adalah angkatan ke-5 dari indonesia. Habib reza masih bisa dikatakan satu angkatan dengan Habib Soleh bin Ali alattas karena habib soleh pulang ke indonesia ikut rombongan habib umar pada waktu rihlah dakwah di indonesia satu minggu lebih dulu dari pada habib reza. Tujuan dakwah habib Umar adalah Tauhidul ummah (mempersatukan umat) yang belum syahadat disyahadatkan dan yang sudah bersyahadat di taqlidkan. Hal ini diteruskan oleh santri-santri habib umar yang ada di penjuru dunia khususnya indonesia.
Selama di hadroumout habib reza banyak mendapatkan ijazah dari para wali dan habaib yang ada disana. Antara lain ijazah dari Habib Ali masyhur bin Muhammad BSA. yang merupakan kakak pertama dari habib umar, kemudian ijazah dari habib Abdulloh bin Muhammad bin Syihab dan ijazah dari munsib BSA dan munsib alhamid.. Setelah habib reza pulang ke indonesia atas izin Alloh dan karena takdir Alloh akhirnya habib reza tinggal di Tegal pada tahun 2007 dan mendapatkan seorang istri orang tegal dari klan alhadar yaitu syarifah Muntazah binti Muhsin alhadar BSA. masih terhitung keponakan misan habib Ghasim bin Hasan BSA. dan Alhamdulillah habib reza sekarang sudah dikaruniai dua orang putri yang pertama di beri nama Syarifah Fatimah nama ini didapat atas pemberian habib umar BSA dan yang kedua syarifah Zainab diberi nama oleh habib Salim Assyatiri dan yang ketiga insyaAllah akan lahir pada saat majalah ini terbit. Amin..
Kegiatan dakwah habib reza berpusat di tegal dan kadang ke jakarta, pernah habib reza berdakwah ke Riau selama dua setengah bulan di daerah Erok dalam (pedalaman Riau). Kemudian habib reza mendirikan majelis ta’lim di tegal dengan nama Darun Nadzir Albarokat berdiri kurang lebih pada tahun 2007 didirikan atas dorongan khusus alhabib Mahdi alhiyed dan ustad Sulthon Barmawi dan ashab-ashab Darulmustofa yang ada di tegal. Pada majelis ta’lim habib reza mengkaji dua kitab yang pertama dalam ilmu fiqih menggunakan kitab Taqrirotul sadidah dan yang kedua dalam ilmu tasawuf menggunakan kitab Almawaridul rawiyah alhaniyah karangan Alhabib Ahmad bin Zain alhabsy. Habib reza juga suka berdakwah kepada para pemuda khususnya pemuda yang ikut grup motor. Adapun jumlah santri majelis ta’lim Darun Nadzir Albarokat ada sekitar 20 orang santri dan agenda tahunannya yaitu maulid Nabi Muhammad SAW.
Sumber: Majalah “Ribath Nurul Hidayah”
Habib Mahmud bin Umar Al-Hamid
Ta’limnya mulai bersinar di Sulawesi Selatan. Ia mengimbau para pendakwah lain agar masuk ke Makassar.
Habib Mahmud bin Umar Al-Hamid adalah figur yang sudah tidak asing lagi di Sulawesi Selatan, khususnya kota Makassar. Tak berlebihan kalau dikatakan bahwa Habib Mahmud adalah perintis dan lokomotif acara haul dan Maulid di Bumi Karebosi serta dakwah mahabbah kepada Rasulullah dengan berbagai variasinya. “Dakwah yang ikhlas akan selalu ditolong oleh Allah, dan kita yakin bahwa dakwah ini akan semakin meluas dan dikenal oleh masyarakat Sulawesi Selatan,” tuturnya mantap. Bagi masyarakat Sulawesi Selatan sendiri, acara seperti haul, pembacaan Maulid, tabligh akbar, dan taushiyah masih belum dicintai sebagaimana muhibbin di Jawa. Tapi melihat berbagai kegiatan yang dilakukan oleh Habib Mahmud, yang dari waktu ke waktu mendapat simpati luar biasa, ke depan dakwah mahabbah Rasulullah SAW ini insya Allah akan semakin mendapat tempat di Bumi Anging Mamiri. “Kita benar-benar memulainya dari nol, jatuh bangun, dihujat, dianggap bid’ah, dijauhi.... Tapi karena landasannya ikhlas dan cinta kepada Rasulullah, sekarang semakin banyak jama’ah yang ikut,” kata Habib Mahmud.
Ia merasa iri dengan kondisi di Jawa, yang menurutnya para habib dan ulama menumpuk, muhibbin tidak perlu dicari, dan kalau ada acara seperti haul dan pembacaan Maulid cukup dengan informasi seadanya sudah dihadiri begitu banyak orang.“Dulu, di Makassar ini, kita sudah mengajak, mengumumkan di berbagai media dan mempublikasikan dengan biaya yang tidak sedikit, tapi masih kesulitan.” Namun tak dapat diingkari bahwa dari waktu ke waktu antusiasme masyarakat semakin tinggi, dan jumlah jama’ah ta’lim semakin meningkat. Habib Mahmud tidak berlebihan, jama’ah Majelis Ta’lim dan Dzikir Al Mubarak, yang dipimpinnya, sekarang ada ribuan. Ketika diadakan acara haul akbar pada 17 Januari 2009 yang lalu bertempat di Gedung Manunggal Jenderal Muhammad Yusuf, kota Makassar, puluhan ribu jama’ah hadir dan larut dalam doa dan dzikir. Hampir semua pejabat, petinggi, dan tokoh politik Sulawesi Selatan hadir. “Saya berharap, semakin banyak majelis ta’lim dan Maulid berdiri, sehingga syiar dan gemuruh dakwah di sini semakin terpancar dan umat Islam semakin yakin dan bangga dengan ajarannya dan selalu meneladani Rasulullah dalam kehidupan dan aktivitasnya,” ujar Habib Mahmud.
Perlu dicatat, Al Mubarak adalah satu-satunya majelis ta’lim di kota Makassar.
Aktivis yang Dinamis
Lahir dan dibesarkan di kota Makassar 42 tahun yang lalu, Habib Mahmud bin Umar Al-Hamid memulai pendidikannya di sekolah Arab, di samping itu ia juga belajar di sekolah umum di pagi hari. Ibtidaiyah sampai aliyah diikutinya dengan tekun. Selesai sekolah menengah, ia masuk ke Fakultas Ekonomi Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar dan meraih gelar sarjana ekonomi. Semasa di kampus, Habib Mahmud termasuk aktivis yang giat menimba ilmu dari berbagai organisasi kampus. Ia pernah menjadi ketua badko Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), aktif di senat dan berbagai organisasi keagamaan. Dari bekal aktif inilah Habib Mahmud mendapatkan begitu banyak pelajaran, terutama dalam mengelola massa yang kini jadi bekal utama ketika ia harus mengelola jama’ah dalam jumlah puluhan ribu. Prinsipnya adalah selalu belajar. “Saya tidak pernah bosan untuk belajar. Di mana saja saya berusaha untuk belajar. Bertemu dengan para habib saya belajar, bertemu dengan ulama saya belajar,” ujarnya penuh semangat. Di rumahnya pun, kompleks Unhas lama, Panampu, kota Makassar, abah dan uminya memberikan pelajaran agama yang cukup kepada anak-anaknya. Abahnya, Habib Umar bin Abdullah Al-Hamid, di samping seorang pedagang, juga mempunyai ilmu agama yang cukup. “Abah saya itu setiap tiga hari khatam Al-Quran, itu kebiasaan yang dijaganya secara istiqamah sampai wafatnya tahun 1999,” ujar Habib Mahmud mengenang. Keuletan dan kegigihan menjadi sikap yang diikutinya dari orangtua. Setelah selesai dari fakultas ekonomi, Habib Mahmud terjun di dunia bisnis sehingga mengharuskan ia mondar-mandir Makassar-Jakarta. Dalam rentang waktu inilah ia menemukan jodoh seorang wanita asal Solo dan mereka menikah tahun 1993, kini dikaruniai enam anak. Kegigihannya belajar dari berbagai ulama dan habaib memberikannya bekal untuk juga menularkan kepada orang lain. Sekitar tahun 2001, Habib Mahmud memutuskan untuk memfokuskan diri berdakwah, dengan mendirikan Majelis Ta’lim dan Dzikir Al Mubarak. “Awalnya yang mengaji itu dua-tiga orang,” kenangnya. Lalu dia memulai acara pembacaan Maulid. Yang dibaca pun tidak tetap, kadang kitab Barzanji, karena orang Makassar banyak yang gandrung Barzanji. Lalu ia juga membacakan Simthud Durrar, juga Ad Diba’i. “Dengan berbagai variasi itu masyarakat tidak bosan, dan mulai tertarik,” ujarnya penuh semangat.
Alhamdulillah, dari waktu ke waktu yang ikut majelis ta’lim pun semakin banyak dan hampir setiap hari ada kegiatan ta’lim. Di samping itu kegiatan Al Mubarak pun semakin beragam. Tidak hanya ta’lim dan dzikir, tapi juga mulai menyantuni anak yatim, menjadi pengelola ‘Idul Qurban, dan berbagai kegiatan lainnya. “Masyarakat semakin percaya dengan kita, kemarin kita diamanahi 40 ekor sapi untuk dipotong, yang kemudian dibagikan kepada yang berhak. Padahal dulu ketika awal-awal berdiri hanya satu-dua ekor kambing,” kata Habib Mahmud.
Dakwah yang Asyik
Ada ramuan dakwah yang cukup mengena yang dilontarkan oleh Habib Mahmud, yaitu dakwah yang asyik. Artinya, dakwah itu benar-benar disenangi dan diminati oleh masyarakat, tidak membuat mereka gerah dan takut. Dan menurutnya itu telah dipraktekkan oleh Rasulullah.
“Berbicara tentang manhaj dakwah tidak terlepas dari koridor yang telah dituntunkan dan dipraktekkan oleh Rasulullah SAW. Yaitu, kelembutan jadi pijakan utama, tapi sikap keras juga perlu. Itu yang telah Rasulullah lakukan, dan hasilnya sungguh sangat menakjubkan. Jadi, berdakwah itu, teladan utamanya adalah Rasulullah. Karena beliaulah uswah hasanah umat Islam,” tutur Habib Mahmud.
“Dakwah perlu persuasi, karena dakwah mempunyai tujuan, yaitu menarik hati orang. Mereka memerlukan cahaya dan ingin keluar dari kegelapan dengan cara bertaubat. Dalam dakwah, amar ma’ruf nahi munkar adalah satu kesatuan yang tidak boleh dipisah-pisah, harus menghalau yang bathil dan mengajak kepada kebaikan.”
Jadi, menurut Habib Mahmud, tidak boleh seorang pendakwah hanya memilih yang oke-oke saja tapi ketika berhadapan dengan kemunkaran terdiam. Keduanya harus dilakukan dengan serius, dan tidak pandang bulu.
“Di samping itu berdakwah juga harus diikuti bil hal, bukan hanya lisan. Ada yang konkret dirasakan umat, seperti yang dilakukan oleh Habib Idrus Al-Jufri. Kalau mau turun berdakwah, Habib Idrus membawa sembako, sarung, dan kebutuhan konkret lainnya untuk masyarakat, sehingga obyek dakwah merasa asyik.
Sebelum berdakwah, kita bersosialisasi dengan masyarakat, tatap muka dan sambung rasa. Setelah itu kita memberikan taushiyah. Hal itu lebih kena dan lebih asyik, jadi ada mahabbah,” ujarnya.
Hal itu pula yang dilakukan oleh Majelis Ta’lim dan Dzikir Al Mubarak, yang sudah berlangsung tujuh tahun. Setiap tahun diadakan tabligh dan haul akbar pada bulan Muharram, lalu bulan Rabi’ul Awwal ada Maulid Akbar dan khataman Al-Quran, setiap malam Jum’at membaca Maulid dan taushiyah, lalu malam Sabtu silaturahim dan Ahad pagi khusus taushiyah dari jam 07.00 sampai 09.00 WITA. Untuk mempererat persaudaraan, sebulan sekali diadakan pengajian akbar dari masjid ke masjid, yang dilaksanakan sehabis isya.
Kuncinya, menurut Habib Mahmud, adalah istiqamah dan ikhlas, benar-benar ikhlas dalam mensyiarkan dan membela agama Allah. “Dengan niat karena Allah, empat malaikat, yaitu Izrail, Israfil, Mikail, dan Jibril, akan selalu menjaga kita.” Menurutnya, dakwah seperti ini pula yang dianjurkan oleh Habib Umar bin Hafidz, salah satu tokoh yang sering jadi rujukan Habib Mahmud dan pernah beberapa kali mampir ke Majelis Ta’lim dan Dzikir Al Mubarak. “Beberapa tahun yang lalu saya bersilaturahim ke Darul Musthafa dan mendapatkan banyak pelajaran dari Habib Umar bin Hafidz, alhamdulillah beliau termasuk yang sering mendoakan agar dakwah di Sulawesi Selatan semakin berkembang luas dan semarak,” tutur Habib Mahmud.
Keras, bukan Kasar
Habib Mahmud juga ketua umum Front Pembela Islam (FPI) Sulawesi Selatan. Ia sangat menyayangkan banyak umat Islam termakan citra negatif yang dibangun media cetak dan elektronik tentang FPI. Menurutnya, citra itu dikembangkan oleh mereka yang tidak ingin agama Islam jaya. “Sedikit saja hal keras yang dilakukan oleh FPI, diekspos besar-besaran, ditanamkan citra bahwa ini gerakan anarkis, gerakan kasar.” Padahal, menurut Habib Mahmud, begitu banyak kerja sosial tanpa lelah yang dilakukan FPI tapi tidak pernah diekspos.
“Ketika tsunami di Aceh, FPI, tanpa alat pelindung, tanpa gembar-gembor, mengurus puluhan ribu jenazah, tidak ada yang mengekspos. Kalau kita kerja sosial, menyantuni anak yatim, tidak ada yang mengekspos, dan memang tujuan kita bukan itu. Tapi kenapa sedikit saja kita melakukan kekerasan, lalu ribut di mana-mana, padahal kita bekerja prosedural, kita kirim surat sampai empat kali, kita kirim juga ke pihak berwenang. Kita tidak pernah kasar. Tapi kalau menyangkut aqidah, kita harus keras dan tegas,” katanya.Citra yang terus-menerus ditanamkan oleh pihak yang tidak senang dengan Islam itulah yang akhirnya melekat di benak publik. “Sesuatu yang diembuskan terus-menerus akhirnya menjadi semacam kebenaran,” ujarnya prihatin.
Tapi, menurut Habib Mahmud, orang yang tidak menyetujui dakwah lahir dan bathin itu harus dihadapi dengan tenang, jangan dihadapi dengan emosional.
“Ada tempat saya berdakwah yang setiap hari terjadi pertempuran, saling memanah dengan panah beracun, semua dosa besar ada, perjudian, pelacuran, dan pembunuhan.... Saya masuk ke sana, tentu tidak langsung, harus berceramah, tapi mengadakan pendekatan dulu, saling berinteraksi. Kadang saya memberi mereka sarung, memberi kopiah, memberi baju, dan lama-kelamaan menjadi akrab. Kita harus bersahabat dengan mereka, baru kemudian menyampaikan pesan kita. Orang di sini adalah orang-orang yang keras...,” tuturnya.
Menurut Habib Mahmud, metode dakwah di Sulawesi Selatan belum seperti di Jawa, yang sudah berlangsung dengan berbagai macam cara. “Kalau di Jawa habaib dan ulama melimpah, tapi di sini jumlahnya hanya sedikit. Tidak banyak orang tertarik untuk terjun dakwah ke sini, padahal Habib Umar bin Hafidz sudah memerintahkan muridnya agar terjun ke Sulawesi Selatan. Kita harus masuk ke kampung-kampung, karena kita berdakwah prioritasnya ke orang yang tidak paham. Jadi program Habib Umar bin Hafidz, yang terjun ke medan-medan berat, mudah-mudahan diikuti oleh anak muridnya. Anak muridnya harus menyebar ke mana-mana, jangan pilih-pilih medan dakwah,” ujarnya.
Perbedaan cabang atau furuk di tubuh umat Islam, menurut Habib Mahmud, adalah hal yang biasa. Tapi kalau sudah menyangkut aqidah, menurutnya, itu adalah harga mati. “Kelompok seperti Jaringan Islam Liberal, Ahmadiyah, kelompok Lia Eden, sudah tidak bisa lagi diberi toleransi, karena itu menyangkut penyimpangan aqidah. Mereka ini sudah mengobok-obok Islam, sudah menghina Islam, tidak ada toleransi untuk mereka.
Dakwah yang baik harus sesuai dengan niat yang ikhlas semata-mata karena Allah, jangan ada misi lain. Kalau kita istiqamah dan yakin, Allah akan selalu menolong kita. Lihatlah nama-nama besar yang ikhlas dan istiqamah dalam dakwah, mereka diberi keberkahan dan ditolong oleh Allah. Kalau tidak ikhlas, akan hancur...,” ujar Habib Mahmud mengingatkan.
“Saya mencontoh dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah, juga dakwah Habib Umar bin Hafidz dan Habib Muhammad Almaliki. Untuk apa kita berdakwah dengan jumlah ratusan ribu jama’ah tapi akhlaq tidak terjaga, jangan sampai jatuh pada akhlaq tercela. Banyak belum tentu jaminan. Untuk apa jumlah yang besar tapi tidak berkah?” katanya retoris.
Menurut Habib Mahmud, banyak contoh teladan yang bisa diambil dari para ulama dan habaib terdahulu. “Misalnya saja dari Habib Abu Bakar bin Salim, yang bisa khatam Al-Quran enam kali sehari, lalu shalat malam seribu rakaat. Dan setiap hari memotong enam ekor unta untuk para peziarah. Jadi, keberkahan dan keahlian itu muncul dari amalan. Kalau hanya bil lisan, penjual obat malah lebih pintar berceramah. Banyak orang retorikanya bagus tapi tidak ada berkahnya,” ujar Habib Mahmud.
Ia mengisahkan, suatu kali Habib Abdul Kadir Assegaf diundang oleh sebuah panitia untuk bertemu di Madinah. Seluruh ulama besar dunia hadir, semuanya sudah berbicara sesuai dengan keahliannya. Lalu ketika tiba giliran Habib Abdul Kadir, ia bilang kepada panitia bahwa sudah cukup yang berbicara, jadi ia tak perlu lagi.
Namun panitia mendesaknya. Akhirnya ia berpidato dengan hanya membaca doa Qunut, tapi efeknya sungguh luar biasa. Semua yang hadir menangis.Kenapa mereka menangis? Karena wibawa dan pancaran hatinya yang tulus. Apa yang diucapkan oleh mereka yang tulus ikhlas dan hatinya bersih, efeknya sungguh berbeda. Oleh sebab itu, Habib Mahmud berpesan, “Jaga akhlaq, bersihkan hati, benahi ibadah, dan jangan pernah berdusta.” Ia melanjutkan, “Mereka yang disebut wali Allah itu adalah mereka yang istiqamah melakukan apa yang diperintahkan Allah dan menghindari apa yang dilarang Allah, bukan mereka yang pandai berjalan di atas air atau terbang seperti burung. Bukan itu. Mereka beriman secara kaffah, sinkron antara kata dan perbuatan.”
Dana dari Allah
Banyak orang yang ragu ketika terjun penuh ke medan dakwah, bagaimana dengan nafkah mereka, bagaimana dengan ongkos operasional dakwah, dan banyak kekhawatiran lainnya. Menurut Habib Mahmud, semua kegiatan memang perlu dana, begitu juga dakwah. Tapi jangan sampai hal itu jadi beban. “Dunia itu jangan ditaruh di kepala, tapi taruh di bawah telapak kaki. Kalau kita berdakwah ikhlas karena Allah, mencontoh Rasulullah dan istiqamah, insya Allah kita akan selalu ditolong oleh Allah dan akan diberi jalan keluar dari arah yang tidak terduga-duga. Itu tauhid, harus haqqul yakin, malaikat akan datang, Allah akan memberi kekuatan. Jangan pernah ragu akan hal itu,” ujarnya memotivasi.
Ia mencontohkan kegiatan yang dilakukan oleh Al Mubarak. Kalau ia berpikir ala ilmu ekonomi, tidak akan pernah terlaksana berbagai acara yang berskala akbar itu, apalagi harus mengundang berbagai pihak dari luar. Tapi Habib Mahmud yakin, Allah akan menolong dan menyediakan dana, Allah akan mencukupi, karena Allah Mahakaya. Dan begitulah selalu setiap acara, apakah haul akbar, tabligh akbar, santunan sosial, ‘Idul Qurban, semuanya alhamdulillah berjalan lancar.“Saya tidak pernah merisaukan dana. Kalau saya berpikir terlalu ruwet, acaranya tidak akan berjalan. Selalu ada pertolongan dan jalan keluar. Itu saya alami selama mengadakan acara untuk dakwah, seperti haul, tabligh akbar, khataman Al-Quran, ‘Idul Qurban, santunan anak yatim. Ikhlas karena Allah, dan Allah akan menyelesaikan semuanya. Apa yang tidak bisa kalau Allah berkehendak?” ujarnya mantap.
Menyinggung isu Palestina, Habib Mahmud prihatin dengan apa yang terjadi di sana, ribuan orang tidak berdosa menjadi korban kebiadaban Israel. Ia mendoakan, semoga mereka menjadi syahid di sisi Allah.
Menurutnya, kita memang harus peduli dengan nasib saudara-saudara kita di Palestina. Namun, kita juga harus introspeksi, demi meningkatkan kualitas iman dan taqwa. “Dari miliaran umat Islam ini, berapa persen yang istiqamah menjaga shalat fardhunya? Demikian banyak umat Islam yang tidak pernah shalat Subuh. Begitu banyak umat Islam tapi begitu banyak pula yang belum bersungguh-sungguh berislam,” ujarnya prihatin.
Terakhir, tentang obsesinya, ke depannya Habib Mahmud ingin mengembangkan Al Mubarak lebih luas lagi. “Kita akan membentuk yayasan nanti, lalu akan kita bangun pesantren khusus anak yatim, akan dibangun zawiyah. Begitu juga nanti ke depan ada media cetak dan media elektronik. Kita akan datangkan orang-orang ahli tamatan Yaman dan Makkah untuk mengelola itu semua, nanti kita lengkapi dengan bidang usaha, toko, biro haji, produk-produk keislaman. Kita sudah mulai kini dengan beberapa anak yatim dan dhuafa’ yang dibina dan dipelihara, kita harapkan doa dari umat Islam, doa dari ulama dan habaib. Semoga berkah, insya Allah,” ujar Habib Mahmud penuh semangat.
Dikutip dari Majalah Alkisah
Habib Sayyid Muhammad Bin Salim Al - Kaff
Beliau di lahirkan di keluarga yang sederhana dan menyukai hidup sederhana,meskipun ayah beliau pada waktu itu adalah pejabat tinggi pemerintahan.
Ayah beliau bernama:Syarief Salim Bin Ali Alkaff [gelaran syarief bagi sayyid di Kalimantan adalah di khususkan bagi para keturunan nabi yang juga cucu penerus pangeran antasari],sedang ibu beliau adalah:Syarifah Nurul Gamar Alhabsyi juga keturunan yang mulia di Kalimantan bahkan di Kalimantan keluarga beliau [hb.muh] sangat di kenal dan di segani,dari turun temurun keluarga beliau menjadi tempat mengadu dan rujukan masyarakat dalam segala hal masalah.
Beliau Sayyid Muhammad Alkaff di lahirkan di kota Surabaya pada hari selasa manis tanggal 20-mei-1975,keadaan beliau sebagai orang dekat pada Allah dan Baginda Rosululloh sudahlah nampak pada saat beliau di lahirkan,di saat kakek beliau Al-‘Allamah-Al'Arif Billah Alhabib Idrus bin Muhammad Alhabsyi datang ingin mengangkat beliau dan ingin memandikan beliau,tanpa di sangka Beliau [hb.muh] berucap takbir ""Allahu Akbar""dengan suara yang jelas dan lantang sehingga seisi ruangan yang hadir pada saat itu di rumah sakit mendengar dengan jelas dan menjadi takjub juga heran [termasuk penulis waktu itu hadir] seorang bayi yang merah sudah mengumandangkan adzan dengan jelas,dan kakek beliau memmberi nama beliau Muhammad..banyak kekasih Allah yang hadir pada saat itu termasuk Alhabib Mastur yang terkenal karomahnya meludahi mulut Beliau seolah menitipkan ilmunya pada Beliau [hb.muh]
Beliau memulai karir pendidikannya di sekolah dasar Al-Khoiriyah Surabaya kemudian melanjutkan ke SMP NEGERI 11 surabaya,setelah itu beliau melanjutkan ke Ponpes Darul lughah Wadda'wah raci bangil yang pada saat itu di asuh langsung oleh Alhabib Al-ustadz Hasan bin Ahmad Baharun,beliau termasuk murid yang sangat di saying oleh Al-Ustadz Hasan Baharun,pernah Al-Ustadz berkata pada ayah beliau""jagalah anak ini karena dia mendapatkan cahay di hatinya sejak di kandungan""kemudian pada saat Al Imam Al'Arif Billah Prof.DR.Assayyid Muhammad Bin Alwi Al-maliki Alhasani berkunjung ke Ponpes Al-Ustadz Hasan Baharun,di saat Al Imam Assayyid Muhammad Al Maliki memberikan nasihat pada para santri di situlah beliau [hb.muh] bercium tangan pada Al Imam dan berkata""Abuya saya ingin mengabdi pada Abuya""kemudian Al Imam menjawab aku akan terima
engkau"
Setelah menuntut ilmu di tempat Al habib Hasan Baharun beliau [hb.muh] berangkat ke tanah haram [makkah mukarromah] untuk menemui Al Imam Assayyid Muhammad Al Maliki,disana beliau [hb.muh] diterima dengan sepenuh hati oleh Al Imam sambil berkata ""Sesungguhnya aku lihat di hatimu telah bercahaya""begitulah Beliau Al Imam Assayyid Muhammad Al Maliki tidaklah menerima seseorang menjadi muridnya apabila belum mendapatkan restu dan izin dari Baginda Nabi.
Dan saat Beliau kembali ke Indonesia tepatnya di surabaya beliau mengabdikan ilmunya pada masyarakat,bahkan tidak ada seorang Ulama yang mau memberikan wejangan di tempat lokalisasi Surabaya,tapi beliau [hb.muh] datang kesana dan tidak jarang menginap di rumah-rumah para preman tersebut dan bahkan meminta masyarakat dan para preman di sana untuk membangun sebuah masjid di kawasan putat jaya,dan pada saat masjid itu selesai banyak para pelaku maksiat dan preman yang bertobat ke jalan Allah,sehingga tidaklah heran apabila di Surabaya beliau sangat di kenal oleh kalangan preman dan masyarakat kecil,Beliau [hb.muh] seperti yang saya kenal [sebagai keponakan saya] sedari kecil adalah seorang yang pemberani dan tegas,Beliau tidak segan menyalahkan siapapun apabila itu salah,beliau banyak pindah tempat dalam berdakwah,dari Surabaya beliau ke bali,Filipina,Malaysia,dan sekarang menetap di makassar,dalam majlis beliau merujuk pada kitab-kitab ulama-ulama terpercaya,seprti dalam fiqih beliau merujuk pada minhajut-thalibin[imam nawawi],minhajul qawim [alhaitami],dan masih banyak lagi kitab rujukan beliau baik dalam fiqih.tauhid,dan tassawuf.
Demikian adanya sekelumit tentang beliau [hb.muh] yang juga adalah keponakan saya,dan saya menyampaikan apresiasi yang dalam atas adanya website ini,mudah-mudahan kita dapat mengambil hikmah ilmu dari beliau.[pen.sayyid abdullah alhabsyi]
Nama : Habib Sayyid Muhammad Bin Salim Al – Kaff
Lahir : 20 Mei 1975
Alamat : JL. peternakan 5 no 115 antang
Pendidikan : 1. SD Al – Khairiyah Surabaya
2. SMP Negeri 11 Surabaya
3. SMA Negeri 8 Surabaya
4. Ponpes Darulughah Wadda`wah Bangil Pasuruan Jatim
Diasuh langsung : Al Magfurlah Al-Habib Hasan Bin Ahmad Baharun
Pend. Lanjutan: Makkah Tahun 1994 – 2001
Diasuh langsung :
1. Al-Mukarram, Al-Magfurlah Prof. DR. Assayyid Muhammad Bin Alwi Al-Maliki Al-Hasani
2. DR. Assayyid Ahmad Bin Muhammad Bin Alwi Al-Maliki Al-Hasani
3. Al-Habib Assayyid Abdul Kadir Bin Ahmad Assegaf
4. Al-Habib Assayyid Hamid Al-kaff
5. Assyeikh Jabir Jabron
Benarkah Imam Muhammad Al-Bagir Syi’ah ?
Ust. Ana minta dalil tentang Imam Muhammad Albagir itu sunny yang telah diklaim orang syiah beliau adalah syiah.
FORSAN SALAF menjawab :
Istilah Ahlussunnah wal jama’ah muncul setelah masa Rasulullah SAW. Awal mulanya kaum muslimin dalam satu akidah berlandaskan kitabullah (Al-Qur’an) dan sunah-sunah Rasulullah SAW.
Namun ketika muncul faham-faham yang tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadits seperti kaum Khowarij, Mu’tazilah dan Syi’ah, maka para ulama di zaman itu -diantaranya Abu Hasan Al-Asy’ari- merumuskan paham ahlussunnah wal jama’ah untuk membentengi umat Islam dari kesesatan akidah. Syi’ah adalah aliran yang dicetuskan oleh Abdullah bin Saba’ yang berideologi membenci dan mencaci sahabat Abu Bakar, Umar dan beberapa sahabat lainnya dengan mengatasnamakan pecinta ahlul bayt.
Oleh karena itu, sangatlah jelas bahwa Imam Muhammad Al-Bagir bukanlah kaum Khowarij yang sangat membenci Imam Ali bin Abi Tholib, karena beliau cucu-Nya. Dan juga bukan dari kaum syi’ah, karena beliau sangat mencintai Sayyidina Abu Bakar dan Umar serta mengakui kekhalifahan mereka berdua dan juga para sahabat lainnya. Bahkan istri beliau sendiri yang bernama Farwah binti Qosim adalah keturunan sayyidina Abu Bakar, sehingga putra beliau Imam Ja’far Asshodiq berkata “ Sesungguhnya Abubakar Assiddiq telah menurunkan aku dua kali” (ibu beliau Farwah binti Qosim bin Muhammad bin Abi bakar Assiddiq, dan ibu Farwah bernama Asma’ binti Abdurrahman bin Abu bakar Assiddiq). Beliau adalah orang yang selalu mengikuti jejak orang tua beliau yang mencintai para sahabat.
Diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW berkirim salam kepada Imam Muhammad Al-Bagir melalui sahabat Jabir :
يا جابر ! يولد له مولود اسمه علي، اذا كان يوم القيامة نادى مناد : ليقم سيد العابدين، فيقوم ولده، ثم يولد له ولد اسمه محمد، فاذا ادركته يا جاير، فأقرئه مني السلام
Rasulullah SAW bersabda “ wahai Jabir, ia (Husain) akan memiliki putra bernama Ali, nanti pada hari kiamat, terdengar seruan “ berdirilah wahai pemimpin orang yang beribadah” maka berdirilah putranya. Kemudian Ali akan memiliki putra bernama Muhammad, jika engkau mendapatinya, maka sampaikan salam dariku” [1]
KESIMPULAN : Ahlussunnah wal jamaah adalah satu-satunya aliran yang benar dan pilihan salafus sholih, sebagaimana diterangkan dalam kitab Bughyah bahwa Alhabib Ali bin Abi Bakar Assakran berkata di dalam kitabnya “ Ma’arijul Hidayah” : 73 pecahan kaum muslimin semuanya sesat dan hanya satu yang benar sebagaimana dalam hadits yaitu ahlussunnah wal jamaah. Adapun perinciannya sebagai berikut : [2]
Mu’tazilah, terbagi menjadi 20 pecahan.
Syi’ah, terbagi menjadi 22 pecahan.
Khowarij, terbagi menjadi 20 pecahan.
Murjiah yang menyatakan tidak ada pengaruh dosa jika beriman dan tidak ada manfaatnya pahala bagi orang kafir. Terbagi menjadi 5 pecahan.
Najjariyah, terbagi menjadi 3 pecahan.
Jabbariyah , hanya ada satu pecahan.
Musyabbihah yang menyamakan Dzat Allah dengan dzat mahluk hanya ada satu pecahan.
Semua berjumlah 72 pecahan adalah ahlul bid’ah dan sesat. Kecuali satu pecahan yang benar dan selamat, yaitu Ahlussunnah wal jamaah.
[1] شرح العينية / 20-21
فقد روى الإمام الجليل ابن المديني عن جابر بن عبد الله رضي الله عنهما، أنه قال للإمام محمد المذكور، وهو صغير: رسول الله صلى الله عليه وسلم يسلم عليك، فقيل كيف ذلك؟ فقال كنت جالسا عنده عليه الصلاة والسلام ، والحسين في حجره يلاعبه ، فقال صلى الله عليه وسلم : ياجابر! يولد له مولود اسمه علي ، اذا كان يوم القيامة ، نادى مناد : ليقم سيد العابدين ، فيقوم ولده ، ثم يولد له ولد اسمه محمد ، فإذا أدركته يا جابر ، فأقرئه مني السلام .
وأولاده جعفر ، وعبد الله ، أمهما فروة بنت القاسم بن محمد بن أبي بكر الصديق رضي الله عنه ، وإبراهيم ، وعلي ، وزينب ، وأم سلمة .توفي بالمدينة سنة سبع عشرة ومائة ، أو ثمان عشرة ، أو أربع عشرة ومائة ، وقبره بالبقيع عند أبيه في قبة العباس ، وأوصى أن يكفن في قميصه الدي كان يصلي فيه .
ومن كلامه رضي الله عنه : ما دخل قلب امرئ شيء من الكبر ، إلا نقص من عقله ، مثل ما دخل من الكبر ، أو أكثر . ومنه : أن الصواعق تصيب المؤمن ، وغير المؤمن ، ولا تصيب الذاكر لله عز وجل . ومنه : ما من عبادة أفضل من عفة بطن ، أو فرج . ومنه : اعرف المودة في قلب أخيك بماله في قلبك . وكان يحب الشيخين أبا بكر وعمر رضي الله عنهما ويتولاهما .
وهو الإمام جعفر بن محمد بن علي بن الحسين بن علي بن ابي طالب ، أشهر ألقابه الصادق ، ويكني أبا عبد الله ، وقيل أبا إسماعيل . أمه فروة بنت القاسم ، كما سبق ، وأم فروة ، أسماء بنت عبد الرحمن بن ابي بكر الصديق . ولذا قال الصادق رضي الله عنه :ولدني أبو بكر مرتين .
[2] بغية المسترشدين / 298
(مسألة): قال العلامة المجتهد الشيخ علي بن أبي بكر بن السقاف علوي نفع الله به في كتابه معارج الهداية. فصل: واحذر يا أخي من البدع وأهلها، وانبذها واهجر أهلها، وأعرض عن مجالسة أربابها، واعلم أن أصول البدع في الأصول كما ذكره العلماء يرجع إلى سبعة، الأوّل: المعتزلة القائلون بأن العباد خالقو أعمالهم، وينفون الرؤية ويوجبون الثواب والعقاب وهم عشرون فرقة. والثاني: الشيعة المفرطة في حب سيدنا عليّ كرم الله وجهه، وهم اثنان وعشرون فرقة. والثالث: الخوارج المفرطة في بغض عليّ رضي الله عنه المكفرة له ولمن أذنب ذنباً كبيراً، وهم عشرون فرقة. والرابع: المرجئة القائلة بأنه لا يضر مع الإيمان معصية ولا ينفع مع الكفر طاعة، وهم خمس فرق. والخامس: النجارية الموافقة لأهل السنة في خلق الأفعال، وللمعتزلة في نفي الصفات وحدوث الكلام، وهم ثلاث فرق. السادس: الجبرية القائلة بسلب الاختيار عن العباد، وهم فرقة واحدة. السابع: المشبهة الذين يشبهون الحق بالخلق في الجسمية والحلول، وهم فرقة واحدة أيضاً. فتلك اثنان وسبعون كلهم في النار، والفرقة الناجية هم أهل السنة البيضاء المحمدية والطريقة النقية، ولها ظاهر يسمى بالشريعة، شرعة للعامة، وباطن رسم بالطريقة منهاجاً للخاصة، وخلاصة خصت بالحقيقة معراجاً لأخص الخاصة، فالأوّل نصيب الأبدان للخدمة، والثاني نصيب القلوب من العلم والمعرفة والحكمة، والثالث نصيب الأرواح من المشاهدة والرؤية اهـ
Ahlul Bait, Penebar Rahmat Bukan Laknat
Ahlul Bait, Penebar Rahmat Bukan Laknat
Membaca rekam jejak Baginda Nabi SAW dengan tekun dan lebih seksama, kita bakal mafhum betapa beliau SAW adalah pribadi yang sempurna. Beliau SAW sama sekali tak membekaskan cela dalam rentang sejarah yang beliau SAW jalani. Setiap langkah, ucap, laku, dan sikap yang pernah ditorehkan Rasulullah SAW adalah teladan yang paling layak untuk diikuti oleh umat manusia. Allah SWT berfirman :
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu” (al-Ahzab ; 21)
Inti ajaran Kanjeng Nabi SAW adalah kasih sayang. Bukan hanya kepada umat Islam, akan tetapi kepada umat manusia, bahkan kepada seluruh alam semesta. Nilai-nilai yang senantiasa beliau SAW ajarkan kepada keluarga (ahlul bait) dan para sahabat adalah tentang kasih sayang, baik dengan ucapan maupun tingkah-laku. Di dalam Al-Quranul Karim, Allah SWT sendiri telah menegaskan pribadi Rasulullah SAW sebagai penabur kasih sayang di alam raya. Allah SWT berfirman,
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
“dan tidaklah Aku (Allah) utus engkau (wahai Muhammad), kecuali sebagai penebar rahmat untuk alam semesta” (al-Anbiya’ ; 107)
Rahmat, atau kasih sayang yang ditabur Rasulullah SAW mencakup seluruh makhluk, lebih-lebih kepada kaum mukminin, begitu lembut dan kasih sayang pada umatnya. Sebagaimana Allah Ta’ala mensifati beliau dalam firman-Nya,
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
”Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS. At Taubah: 128)
Rahmat yang diusung Baginda Rasul SAW sangatlah besar dan luas, dan telah teruji oleh berbagai peristiwa yang menimpa beliau SAW di masa-masa awal dakwah. Kita maklum adanya bahwa ketika beliau dilempari batu oleh kaum kafir hingga berdarah-darah, tidak keluar dari lisan beliau ucapan-ucapan atau doa yang penuh dendam kesumat. Justru kalimat-kalimat indah yang beliau unjukkan,
اللهُمَّ اغْفِرْ لِقَوْمِي فَإِنَّهُمْ لاَ يَعْلَمُوْنَ ، رواه البخاري
“Ya Allah, berilah petunjuk kepada kaumku. Sesungguhnya mereka belum tahu.”
Demikian pula ketika Rasulullah didatangi malaikat penjaga gunung, meminta izin untuk menumpahkan dua gunung kepada kaum yang telah mencederai Beliau, maka Rasulullah SAW pun spontan menolak seraya berkata :
بَلْ أَرْجُو أَنْ يُخْرِجَ اللَّهُ مِنْ أَصْلَابِهِمْ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ وَحْدَهُ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا ، رواه البخاري
“ akan tetapi aku berharap Allah mengeluarkan dari sulbi-sulbi mereka orang yang menyembah Allah semata, tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun” (H.R. Bukhori)
Pada doa itu tersirat makna yang dalam yang menunjukkan betapa beliau amat rahmat terhadap umatnya. Coba perhatikan. Pertama, beliau memintakan ampunan untuk mereka. Lalu, beliau mengakui mereka sebagai kaumnya. Beliau tidak mengatakan ‘ampunilah mereka’, tapi beliau katakan ‘ampunilah kaumku’. Tak cukup itu, beliau juga memberikan alasan agar mereka benar-benar diampuni oleh-Nya. Beliau mengemukakan,
فَإِنَّهُمْ لَا يَعْلَمُوْن
“Sesungguhnya mereka belum tahu.”
Beliau juga mendoakan anak turunan mereka agar kelak dijadikan orang beriman dan menyembah Allah SWT. Inilah kunci sukses dakwah beliau dalam mengajarkan Islam.
Sifat kasih sayang beliau SAW amatlah terang benderang. Perihal itu bisa kita ketahui dari riwayat-riwayat hadis yang mendedahkan fakta bahwa lisan beliau tak pernah mengucapkan kata-kata cercaan dan caci maki. Beliau SAW sendiri bersabda,
” إِنِّي لَمْ أُبْعَثْ لَعَّانًا . وَإِنَّمَا بُعِثْتُ رَحْمَةً “رواه مسلم
“Aku tidak diutus sebagai juru laknat. Aku diutus sebagai penyemai rahmat”
Terhadap makanan pun, Baginda Nabi SAW tak pernah mengeluarkan kata-kata celaan dan caci-maki. Bila beliau SAW berselera, maka beliau akan memakan hidangan yang ada. Bila sedang tak berselera, maka akan beliau tinggalkan, tanpa disertai komentar apapun.
Suatu waktu, beliau SAW masuk ke dalam rumah salah satu istrinya dan bertanya, “ada makanan?” dijawab, “hanya ada cuka.” Maka beliau pun bersabda,
نِعْمَ اْلإُدُمُ اَلْخَلُّ
“Sebaik-baik lauk adalah cuka.”
Bahkan kepada pihak-pihak yang mencanangkan sikap permusuhan, yakni kaum kuffar Quraiys, beliau SAW tetap bersikap penuh rahmat. Kita tahu, mereka ini sangat kejam dan represif kepada Rasulullah SAW dan para sahabat ketika masih di Mekah. Akan tetapi, tatkala Mekah telah ditaklukkan Rasulullah SAW, mereka sama sekali tak mendapatkan perlakuan-perlakuan yang sifatnya balas dendam. Mereka malah mendapatkan perlindungan dan pengamanan, padahal hati mereka diliputi rasa takut ketika itu, mereka berdebar menanti keputusan Rasulullah SAW, dan tak seorang pun berani keluar, seakan Mekah berubah menjadi kubur tak berpenghuni. Sungguh tak mereka duga Rasulullah SAW akan memaafkan mereka seraya berkata :
“Aku hanya katakan kepada kalian sebagaimana ucapan Nabi Yusuf kepada para saudaranya:
لَا تَثْرِيبَ عَلَيْكُمُ الْيَوْمَ يَغْفِرُ اللهُ لَكُمْ وَهُوَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينْ
“Tiada cercaan atas kalian pada hari ini, mudah-mudahan Allah mengampuni (kamu), dan Dia adalah Maha Penyayang diantara para penyayang.”.
Mendengar pernyataan Rasulullah ini mereka pun keluar dari rumah-rumah mereka seakan baru dibangkitkan dari kubur untuk bersama-sama masuk islam. (H.R. Al-Baihaqi)
Luluhlah hati kaum kuffar Quraiys, mereka malu dan segan melihat pekerti agung Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam serta kasih sayangnya. Lidah pun kelu, tak mampu berucap sepatah kata pun.
Mulailah bersemi rasa cinta di dalam hati para kuffar Quraiys. Tumbuh pula kecondongan mereka terhadap nilai-nilai mulia yang diteladankan Baginda Rasul SAW. Sungguh indah dan penuh kasih sayang. Nilai-nilai inilah yang sejatinya terus dipegang-teguh oleh ahlul bait beliau SAW. Kita saksikan bagaimana Imam Ali kw. tak pernah mengecam orang-orang yang tidak patuh padanya. Begitu pun ahlul bait setelahnya, yakni Imam Hasan imam Husein. Mereka tahu bahwa ayah mereka dilaknat di mimbar-mimbar. Bahkan pada saat itu seakan menjadi keharusan bagi khotib untuk melaknat Sayyidina Ali. Tapi tidak setitik pun kesumat membara di hati mereka berdua. Tak ada kata laknat keluar dari lisan mereka. Sikap ini diikuti generasi ahlulbait selanjutnya, seperti Imam Ali Zainal Abidin, imam Muhammad al-Baqir, dan Imam Jakfar Shodiq. Mereka adalah pewaris akhlak, sifat dan hal datuk mereka, Rasulullah SAW sebagai penebar rahmat, bukan penyebar laknat.
Nah, bagi mereka yang menyatakan diri sebagai para pecinta ahlul bait Nabi SAW, seyogianya mereka berlaku seperti para ahlul bait: sebagai penebar rahmat. Baiknya mereka banyak-banyak mengucapkan kalimat santun dan mendoakan umat,
اَللَّهُمَّ اْغفِرْ لَهُمْ ، اَللَّهُمَّ اهْدِ قَوْمِي
“Ya Allah, Ampuni mereka, berilah kaumku hidayah.”
Sebab memang itulah yang diajarkan para pemuka ahlul bait, bukan sebaliknya, menyebarkan laknat dan mengobarkan dendam kesumat. Tidak ada satu pun ajaran ahlul bait yang membenarkan sikap mencaci orang-orang yang memusuhi Imam Ali, apalagi menganggap cacian dan laknat ini sebagai bukti cinta ahlul bait. Kalau memang cinta ahlul bait, buktikanlah dengan meneladani sikap mereka yang santun dan penuh rahmat.
Bukankah setan, Firaun, kaum Tsamud, atau Abu Jahal adalah makhluk-makhluk yang keji dan nista yang berhak dilaknat. Tapi tidak ada satupun ayat atau hadits yang memerintahkan kita melaknat setan dan musuh-musuh Rasul SAW itu. BAGAIMANA PULA TERHADAP ORANG-ORANG ISLAM YANG BERIMAN PADA ALLAH SWT DAN RASUL SAW, APALAGI YANG PERNAH DUDUK BERSAMA RASULULAH SAW?
Membaca rekam jejak Baginda Nabi SAW dengan tekun dan lebih seksama, kita bakal mafhum betapa beliau SAW adalah pribadi yang sempurna. Beliau SAW sama sekali tak membekaskan cela dalam rentang sejarah yang beliau SAW jalani. Setiap langkah, ucap, laku, dan sikap yang pernah ditorehkan Rasulullah SAW adalah teladan yang paling layak untuk diikuti oleh umat manusia. Allah SWT berfirman :
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu” (al-Ahzab ; 21)
Inti ajaran Kanjeng Nabi SAW adalah kasih sayang. Bukan hanya kepada umat Islam, akan tetapi kepada umat manusia, bahkan kepada seluruh alam semesta. Nilai-nilai yang senantiasa beliau SAW ajarkan kepada keluarga (ahlul bait) dan para sahabat adalah tentang kasih sayang, baik dengan ucapan maupun tingkah-laku. Di dalam Al-Quranul Karim, Allah SWT sendiri telah menegaskan pribadi Rasulullah SAW sebagai penabur kasih sayang di alam raya. Allah SWT berfirman,
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
“dan tidaklah Aku (Allah) utus engkau (wahai Muhammad), kecuali sebagai penebar rahmat untuk alam semesta” (al-Anbiya’ ; 107)
Rahmat, atau kasih sayang yang ditabur Rasulullah SAW mencakup seluruh makhluk, lebih-lebih kepada kaum mukminin, begitu lembut dan kasih sayang pada umatnya. Sebagaimana Allah Ta’ala mensifati beliau dalam firman-Nya,
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
”Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS. At Taubah: 128)
Rahmat yang diusung Baginda Rasul SAW sangatlah besar dan luas, dan telah teruji oleh berbagai peristiwa yang menimpa beliau SAW di masa-masa awal dakwah. Kita maklum adanya bahwa ketika beliau dilempari batu oleh kaum kafir hingga berdarah-darah, tidak keluar dari lisan beliau ucapan-ucapan atau doa yang penuh dendam kesumat. Justru kalimat-kalimat indah yang beliau unjukkan,
اللهُمَّ اغْفِرْ لِقَوْمِي فَإِنَّهُمْ لاَ يَعْلَمُوْنَ ، رواه البخاري
“Ya Allah, berilah petunjuk kepada kaumku. Sesungguhnya mereka belum tahu.”
Demikian pula ketika Rasulullah didatangi malaikat penjaga gunung, meminta izin untuk menumpahkan dua gunung kepada kaum yang telah mencederai Beliau, maka Rasulullah SAW pun spontan menolak seraya berkata :
بَلْ أَرْجُو أَنْ يُخْرِجَ اللَّهُ مِنْ أَصْلَابِهِمْ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ وَحْدَهُ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا ، رواه البخاري
“ akan tetapi aku berharap Allah mengeluarkan dari sulbi-sulbi mereka orang yang menyembah Allah semata, tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun” (H.R. Bukhori)
Pada doa itu tersirat makna yang dalam yang menunjukkan betapa beliau amat rahmat terhadap umatnya. Coba perhatikan. Pertama, beliau memintakan ampunan untuk mereka. Lalu, beliau mengakui mereka sebagai kaumnya. Beliau tidak mengatakan ‘ampunilah mereka’, tapi beliau katakan ‘ampunilah kaumku’. Tak cukup itu, beliau juga memberikan alasan agar mereka benar-benar diampuni oleh-Nya. Beliau mengemukakan,
فَإِنَّهُمْ لَا يَعْلَمُوْن
“Sesungguhnya mereka belum tahu.”
Beliau juga mendoakan anak turunan mereka agar kelak dijadikan orang beriman dan menyembah Allah SWT. Inilah kunci sukses dakwah beliau dalam mengajarkan Islam.
Sifat kasih sayang beliau SAW amatlah terang benderang. Perihal itu bisa kita ketahui dari riwayat-riwayat hadis yang mendedahkan fakta bahwa lisan beliau tak pernah mengucapkan kata-kata cercaan dan caci maki. Beliau SAW sendiri bersabda,
” إِنِّي لَمْ أُبْعَثْ لَعَّانًا . وَإِنَّمَا بُعِثْتُ رَحْمَةً “رواه مسلم
“Aku tidak diutus sebagai juru laknat. Aku diutus sebagai penyemai rahmat”
Terhadap makanan pun, Baginda Nabi SAW tak pernah mengeluarkan kata-kata celaan dan caci-maki. Bila beliau SAW berselera, maka beliau akan memakan hidangan yang ada. Bila sedang tak berselera, maka akan beliau tinggalkan, tanpa disertai komentar apapun.
Suatu waktu, beliau SAW masuk ke dalam rumah salah satu istrinya dan bertanya, “ada makanan?” dijawab, “hanya ada cuka.” Maka beliau pun bersabda,
نِعْمَ اْلإُدُمُ اَلْخَلُّ
“Sebaik-baik lauk adalah cuka.”
Bahkan kepada pihak-pihak yang mencanangkan sikap permusuhan, yakni kaum kuffar Quraiys, beliau SAW tetap bersikap penuh rahmat. Kita tahu, mereka ini sangat kejam dan represif kepada Rasulullah SAW dan para sahabat ketika masih di Mekah. Akan tetapi, tatkala Mekah telah ditaklukkan Rasulullah SAW, mereka sama sekali tak mendapatkan perlakuan-perlakuan yang sifatnya balas dendam. Mereka malah mendapatkan perlindungan dan pengamanan, padahal hati mereka diliputi rasa takut ketika itu, mereka berdebar menanti keputusan Rasulullah SAW, dan tak seorang pun berani keluar, seakan Mekah berubah menjadi kubur tak berpenghuni. Sungguh tak mereka duga Rasulullah SAW akan memaafkan mereka seraya berkata :
“Aku hanya katakan kepada kalian sebagaimana ucapan Nabi Yusuf kepada para saudaranya:
لَا تَثْرِيبَ عَلَيْكُمُ الْيَوْمَ يَغْفِرُ اللهُ لَكُمْ وَهُوَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينْ
“Tiada cercaan atas kalian pada hari ini, mudah-mudahan Allah mengampuni (kamu), dan Dia adalah Maha Penyayang diantara para penyayang.”.
Mendengar pernyataan Rasulullah ini mereka pun keluar dari rumah-rumah mereka seakan baru dibangkitkan dari kubur untuk bersama-sama masuk islam. (H.R. Al-Baihaqi)
Luluhlah hati kaum kuffar Quraiys, mereka malu dan segan melihat pekerti agung Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam serta kasih sayangnya. Lidah pun kelu, tak mampu berucap sepatah kata pun.
Mulailah bersemi rasa cinta di dalam hati para kuffar Quraiys. Tumbuh pula kecondongan mereka terhadap nilai-nilai mulia yang diteladankan Baginda Rasul SAW. Sungguh indah dan penuh kasih sayang. Nilai-nilai inilah yang sejatinya terus dipegang-teguh oleh ahlul bait beliau SAW. Kita saksikan bagaimana Imam Ali kw. tak pernah mengecam orang-orang yang tidak patuh padanya. Begitu pun ahlul bait setelahnya, yakni Imam Hasan imam Husein. Mereka tahu bahwa ayah mereka dilaknat di mimbar-mimbar. Bahkan pada saat itu seakan menjadi keharusan bagi khotib untuk melaknat Sayyidina Ali. Tapi tidak setitik pun kesumat membara di hati mereka berdua. Tak ada kata laknat keluar dari lisan mereka. Sikap ini diikuti generasi ahlulbait selanjutnya, seperti Imam Ali Zainal Abidin, imam Muhammad al-Baqir, dan Imam Jakfar Shodiq. Mereka adalah pewaris akhlak, sifat dan hal datuk mereka, Rasulullah SAW sebagai penebar rahmat, bukan penyebar laknat.
Nah, bagi mereka yang menyatakan diri sebagai para pecinta ahlul bait Nabi SAW, seyogianya mereka berlaku seperti para ahlul bait: sebagai penebar rahmat. Baiknya mereka banyak-banyak mengucapkan kalimat santun dan mendoakan umat,
اَللَّهُمَّ اْغفِرْ لَهُمْ ، اَللَّهُمَّ اهْدِ قَوْمِي
“Ya Allah, Ampuni mereka, berilah kaumku hidayah.”
Sebab memang itulah yang diajarkan para pemuka ahlul bait, bukan sebaliknya, menyebarkan laknat dan mengobarkan dendam kesumat. Tidak ada satu pun ajaran ahlul bait yang membenarkan sikap mencaci orang-orang yang memusuhi Imam Ali, apalagi menganggap cacian dan laknat ini sebagai bukti cinta ahlul bait. Kalau memang cinta ahlul bait, buktikanlah dengan meneladani sikap mereka yang santun dan penuh rahmat.
Bukankah setan, Firaun, kaum Tsamud, atau Abu Jahal adalah makhluk-makhluk yang keji dan nista yang berhak dilaknat. Tapi tidak ada satupun ayat atau hadits yang memerintahkan kita melaknat setan dan musuh-musuh Rasul SAW itu. BAGAIMANA PULA TERHADAP ORANG-ORANG ISLAM YANG BERIMAN PADA ALLAH SWT DAN RASUL SAW, APALAGI YANG PERNAH DUDUK BERSAMA RASULULAH SAW?
Bila Syi’ah Jadi wali nikah
Dari : ust Umar bin Soleh Al Hamid Lumajang
Kita ada masalah tentang syiah
1. Apabila wali syiah ,bagaimana hukum pernikahannya sedangkan kita tahu orang syiah itu termasuk orang fasiq?
2.Bagaimana kita menghadirinya sedangkan kita disorot masyarakat?
Forsan Salaf menjawab :
Sebagaimana dimaklumi bahwa akidah syi’ah adalah salah satu diantara akidah yang sesat. Menurut pendapat ulama ahlussnnah wal jama’ah, meskipun akidah syi’ah sesat, akan tetapi pengikut syi’ah secara umum masih tergolong muslim selama tidak melakukan hal-hal yang menyebabkan keluar dari Islam, seperti mengkafirkan sahabat dan lain-lain. Kesesatan keyakinan sy’iah secara umum hanya menyebabkan pengikutnya menjadi fasiq. [1]Atas dasar penjelasan di atas, akad nikah yang melibatkan wali nikah dari pengikut syi’ah tercakup dalam pembahasan mengenai perkawinan dengan wali nikah orang fasiq. Pendapat ulama terkait akad nikah dengan wali nikah fasiq ada dua.
Pertama: Hukum perkawinannya tidak sah berdasar hadits:
عن سعيد بن جبير عن ابن عباس رضى الله عنهما قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: لَا نِكَاحَ إلَّا بِوَلِيٍّ وَشَاهِدَيْ عَدْل. رواه ابن حبان.
ٍDiriwayatkan dari Sa’id bin Jubair dari Ibn Abbas bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Tidak sah pernikahan tanpa wali dan dua orang saksi yang adil“ HR. Ibnu Hibban
Menurut pendapat ini, wali nikah yang telah diketahui kefasikannya secara terang-terangan, tidak dapat menikahkan sebelum bertaubat dan kewaliannya berpindah kepada kerabat jauh sesuai dengan urutannya [2].
Adapun wali nikah yang tidak diketahui secara terang-terangan kefasikannya, hukum perwaliannya dianggap sah [3].
Yang dimaksud dengan wali nikah dalam pendapat ini adalah wali nikah disebabkan hubungan kerabat, seperti orang tua, saudara kandung, paman dan lain-lain, bukan wali nikah disebabkan jalur kekuasaan, yaitu Imam A’dhom (pemimpin negara/presiden). Menurut pendapat ini, pemimpin negara dapat menjadi wali nikah sebab kekuasaannya meskipun diketahui kefasikannya secara terang-terangan, karena kefasikan pemimpin negara tidak dapat menyebabkan hilangnya kekuasaan. [4].
Kedua: Hukum perkawinannya sah sebab kefasikan wali nikah tidak dapat mengugurkan hak kewaliannya. Demikian menurut pendapat Madzhab Hanafi dan Maliki [5] .
Pendapat yang sama juga dinyatakan oleh sebagian ulama Madzhab Syafi’i, diantaranya Imam Al-Ghozali, Ibnu Sholah, Al-Adzro’i, dan lain-lain. Mereka beralasan, jika hak kewaliannya dicabut maka akan berpindah kepada wali hakim yang fasik pula sebab saat ini sulit ditemukan wali nikah yang tidak fasik [6] .
Adapun hukum menghadiri acara perkawinan kaum syi’ah diperinci sebagai berikut:
a) Haram jika dalam acara tersebut terdapat kemungkaran sementara dia tidak mampu untuk menghentikannya, misalnya terdapat ritual-ritual sesat syi’ah [7].
b) Boleh jika dalam acara tersebut tidak terdapat kemungkaran atau dia mampu menghentikannya.
c) Haram bagi tokoh agama yang menjadi panutan masyarakat meskipun tidak terdapat kemungkaran, jika kehadirannya dapat menimbulkan fitnah di masyarakat, seperti menimbulkan keraguan masyarakat akan kebathilan paham sy’iah atau menyebabkan masyarakat menjauhinya padahal masyarakat masih membutuhkan bimbingannya [8] .
تحفة الحبيب على شرح الخطيب للشيخ سليمان بن محمد البجيرمي. ج 2 ص 137
[1] وَالْمُبْتَدِعُ الَّذِي لَا يَكْفُرُ بِبِدْعَتِهِ كَالْفَاسِقِ. قَوْلُهُ : ( الَّذِي لَا يَكْفُرُ بِبِدْعَتِهِ ) كَالْمُجَسِّمِ وَالرَّافِضِيّ.
الزواجر عن اقتراف الكبائر للشيخ ابن حجر الهيتمي ج 2 ص 379 -380
( الْكَبِيرَةُ الرَّابِعَةُ وَالْخَامِسَةُ وَالسِّتُّونَ بَعْدَ الْأَرْبَعِمِائَةِ : بُغْضُ الْأَنْصَارِ وَشَتْمُ وَاحِدٍ مِنْ الصَّحَابَةِ رضوان الله عليهم أجمعين ) أَخْرَجَ الْبُخَارِيُّ أَنَّهُ صلى الله عليه وسلم قَالَ : { مِنْ عَلَامَةِ الْإِيمَانِ حُبُّ الْأَنْصَارِ , وَمِنْ عَلَامَةِ النِّفَاقِ بُغْضُ الْأَنْصَارِ } . وَالشَّيْخَانِ { أَنَّهُ صلى الله عليه وسلم قَالَ فِي الْأَنْصَارِ : لَا يُحِبُّهُمْ إلَّا مُؤْمِنٌ وَلَا يُبْغِضُهُمْ إلَّا مُنَافِقٌ , مَنْ أَحَبَّهُمْ أَحَبَّهُ اللَّهُ وَمَنْ أَبْغَضَهُمْ أَبْغَضَهُ اللَّهُ } . وَمُسْلِمٌ : { لَا يُبْغِضُ الْأَنْصَارَ رَجُلٌ يُؤْمِنُ بِاَللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ } .- إلى أن قال – وَالشَّيْخَانِ : { لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي فَوَاَلَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ أَنْفَقَ أَحَدُكُمْ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ } .- إلى أن قال - وَالْأَحَادِيثُ فِي ذَلِكَ كَثِيرَةٌ وَقَدْ اسْتَوْفَيْتهَا وَمَا يَتَعَلَّقُ بِهَا فِي كِتَابٍ حَافِلٍ لَمْ يُصَنَّفْ فِي هَذَا الْبَابِ – فِيمَا أَظُنُّ – مِثْلُهُ , وَمِنْ ثَمَّ سَمَّيْته : [ الصَّوَاعِقُ الْمُحْرِقَةُ لِإِخْوَانِ الشَّيَاطِينِ أَهْلِ الِابْتِدَاعِ وَالضَّلَالِ وَالزَّنْدَقَةِ ] فَاطْلُبْهُ إنْ شِئْت لِتَرَى مَا فِيهِ مِنْ مَحَاسِنِ الصَّحَابَةِ وَثَنَاءِ أَهْلِ الْبَيْتِ عَلَيْهِمْ لَا سِيَّمَا الشَّيْخَانِ , وَمِنْ افْتِضَاحِ الشِّيعَةِ وَالرَّافِضَةِ فِي كَذِبِهِمْ وَتَقَوُّلِهِمْ وَافْتِرَائِهِمْ عَلَيْهِمْ بِمَا هُمْ بَرِيئُونَ مِنْهُ رضوان الله عليهم أجمعين . – إلى أن قال - وَنَقَلَ بَعْضُهُمْ عَنْ أَكْثَرِ الْعُلَمَاءِ أَنَّ مَنْ سَبَّ أَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ كَانَ كَافِرًا , وَأَنَّهُمْ اسْتَنَدُوا فِي ذَلِكَ لِمَا رُوِيَ أَنَّهُ صلى الله عليه وسلم قَالَ : { مَنْ سَبَّك يَا أَبَا بَكْرٍ فَقَدْ كَفَرَ } . وَفِي الْحَدِيثِ : { مَنْ قَالَ لِأَخِيهِ يَا كَافِرُ فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا } , فَمَنْ قَالَ ذَلِكَ لِأَبِي بَكْرٍ وَذُرِّيَّتِهِ فَهُوَ كَافِرٌ هُنَا قَطْعًا , وَأَيْضًا فَقَدْ نَصَّ اللَّهُ تَعَالَى عَلَى أَنَّهُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْ الصَّحَابَةِ فِي غَيْرِ آيَةٍ , قَالَ تَعَالَى : { وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنْ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَاَلَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ } فَمَنْ سَبَّهُمْ أَوْ وَاحِدًا مِنْهُمْ فَقَدْ بَارَزَ اللَّهَ بِالْمُحَارَبَةِ , وَمَنْ بَارَزَ اللَّهَ بِالْمُحَارَبَةِ أَهْلَكَهُ وَخَذَلَهُ .
بغية المسترشدين ص 202
[2] (مسألة: ش): أصل المذهب أن الفاسق لا يلي النكاح بل تنتقل الولاية للأبعد ثم القاضي.
تحفة المحتاج في شرح المنهاج – (ج 30 / ص 9)
( وَلَا وِلَايَةَ لِفَاسِقٍ ) غَيْرِ الْإِمَامِ الْأَعْظَمِ ( عَلَى الْمَذْهَبِ ) لِلْحَدِيثِ الصَّحِيحِ { لَا نِكَاحَ إلَّا بِوَلِيٍّ } مُرْشِدٍ أَيْ عَدْلٍ عَاقِلٍ فَيُزَوِّجُ الْأَبْعَدُ وَاخْتَارَ أَكْثَرُ مُتَأَخِّرِي الْأَصْحَابِ أَنَّهُ يَلِي وَالْغَزَالِيُّ أَنَّهُ لَوْ كَانَ بِحَيْثُ لَوْ سُلِبَهَا انْتَقَلَتْ لِحَاكِمٍ فَاسِقٍ لَا يَنْعَزِلُ وَلِيَ وَإِلَّا فَلَا لِأَنَّ الْفِسْقَ عَمَّ وَاسْتَحْسَنَهُ فِي الرَّوْضَةِ وَقَالَ يَنْبَغِي الْعَمَلُ بِهِ وَبِهِ أَفْتَى ابْنُ الصَّلَاحِ وَقَوَّاهُ السُّبْكِيُّ وَقَالَ الْأَذْرَعِيُّ لِي مُنْذُ سِنِينَ أُفْتِي بِصِحَّةِ تَزْوِيجِ الْقَرِيبِ الْفَاسِقِ وَاخْتَارَهُ جَمْعٌ آخَرُونَ إذَا عَمَّ الْفِسْقُ وَأَطَالُوا فِي الِانْتِصَارِ لَهُ حَتَّى قَالَ الْغَزَالِيُّ مَنْ أَبْطَلَهُ حَكَمَ عَلَى أَهْلِ الْعَصْرِ كُلِّهِمْ إلَّا مَنْ شَذَّ بِأَنَّهُمْ أَوْلَادُ حَرَامٍ ا هـ
إعانة الطالبين – (ج 3 / ص 351)
ولو تاب الفاسق توبة صحيحة زوج حالا لان الشرط عدم الفسق لا العدالة وبينهما واسطة، ولذلك زوج المستور الظاهر العدالة.
نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج – (ج 20 / ص 357)
وَلَوْ تَابَ الْفَاسِقُ تَوْبَةً صَحِيحَةً زَوَّجَ حَالًا كَمَا قَالَهُ الْبَغَوِيّ ، وَهُوَ الْمُعْتَمَدُ لِأَنَّ الشَّرْطَ عَدَمُ الْفِسْقِ لَا الْعَدَالَةُ وَبَيْنَهُمَا وَاسِطَةٌ ، وَلِذَا زَوَّجَ الْمَسْتُورُ الظَّاهِرُ الْعَدَالَةِ وَالصَّبِيُّ إذَا بَلَغَ وَالْكَافِرُ إذَا أَسْلَمَ وَلَمْ يَصْدُرْ مِنْهُمَا مُفَسِّقٌ وَإِنْ لَمْ تَحْصُلْ مِنْهُمَا مَلَكَةُ تَحَمُّلِهِمَا الْآنَ عَلَى مُلَازَمَةِ التَّقْوَى ، وَأَصْحَابُ الْحِرَفِ الدَّنِيَّةِ يَلُونَ كَمَا رَجَّحَ فِي الرَّوْضَةِ الْقَطْعَ بِهِ. ( قَوْلُهُ : زُوِّجَ حَالًا ) أَيْ وَإِنْ لَمْ يَشْرَعْ فِي رَدِّ الْمَظَالِمِ وَلَا فِي قَضَاءِ الصَّلَوَاتِ مَثَلًا حَيْثُ وُجِدَتْ شُرُوطُ التَّوْبَةِ بِأَنْ عَزَمَ عَزْمًا مُصَمِّمًا عَلَى رَدِّ الْمَظَالِمِ.
حاشيتا قليوبي – وعميرة – (ج 11 / ص 196)
[3] الثَّانِي الْفِسْقُ يَتَحَقَّقُ بِارْتِكَابِ كَبِيرَةٍ ، أَوْ إصْرَارٍ عَلَى صَغِيرَةٍ كَالْعَضْلِ مَرَّاتٍ أَقَلُّهَا فِيمَا حَكَى بَعْضُهُمْ ثَلَاثٌ ، الثَّالِثُ : لَا يَلْزَمُ مِنْ أَنَّ الْفَاسِقَ لَا يَلِي اشْتِرَاطُ أَنْ يَكُونَ الْوَلِيُّ عَدْلًا فَإِنَّ الْمَسْتُورَ يَلِي بِلَا خِلَافٍ ، كَمَا قَالَهُ الْإِمَامُ ، وَأَصْحَابُ الْحِرَفِ الدَّنِيئَةِ يَلُونَ ، كَمَا رَجَّحَ فِي الرَّوْضَةِ الْقَطْعَ بِهِ بَعْدَ حِكَايَةِ وَجْهَيْنِ.
[4] إعانة الطالبين – (ج 3 / ص 350)
(قوله: فلا ولاية لفاسق) مفهوم الشرط الاول، وهو العدالة وهذا عندنا.وأما عند الائمة الثلاثة فتثبت الولاية للفاسق. (وقوله: غير الامام الاعظم) أي أما الامام الاعظم فلا يمنع فسقه ولايته بناء على الصحيح أنه لا ينعزل بالفسق فيزوج بناته وبنات غيره بالولاية العامة تفخيما.
[5] رد المختارلابن عابدين الحنفي ج 3 ص
54بَابُ الْوَلِيِّ ( هُوَ ) – : ( الْبَالِغُ الْعَاقِلُ الْوَارِثُ ) وَلَوْ فَاسِقًا عَلَى الْمَذْهَبِ مَا لَمْ يَكُنْ مُتَهَتِّكًا. ( قَوْلُهُ مَا لَمْ يَكُنْ مُتَهَتِّكًا ) فِي الْقَامُوسِ : رَجُلٌ مُنْهَتِكٌ وَمُتَهَتِّكٌ وَمُسْتَهْتِكٌ لَا يُبَالِي أَنْ يَتَهَتَّكَ سِتْرُهُ ا هـ قَالَ فِي الْفَتْحِ عَقِبَ مَا نَقَلْنَا عَنْهُ آنِفًا , نَعَمْ إذَا كَانَ مُتَهَتِّكًا لَا يَنْفُذُ تَزْوِيجُهُ إيَّاهَا بِنَقْصٍ عَنْ مَهْرِ الْمِثْلِ وَمِنْ غَيْرِ كُفْءٍ وَسَيَأْتِي هَذَا . ا هـ . وَحَاصِلُهُ أَنَّ الْفِسْقَ وَإِنْ كَانَ لَا يُسْلَبَ الْأَهْلِيَّةَ عِنْدَنَا , لَكِنْ إذَا كَانَ الْأَبُ مُتَهَتِّكًا لَا يَنْفُذُ تَزْوِيجُهُ إلَّا بِشَرْطِ الْمَصْلَحَةِ وَمِثْلُهُ مَا سَيَأْتِي مِنْ قَوْلِ الْمُصَنِّفِ وَلَزِمَ وَلَوْ بِغَبْنٍ فَاحِشٍ أَوْ بِغَيْرِ كُفْءٍ إنْ كَانَ الْوَلِيُّ أَبًا أَوْ جَدًّا لَمْ يُعْرَفْ مِنْهُمَا سُوءُ الِاخْتِيَارِ وَإِنْ عُرِفَ لَا ا هـ وَبِهِ ظَهَرَ أَنَّ الْفَاسِقَ الْمُتَهَتِّكَ وَهُوَ بِمَعْنَى سَيِّئِ الِاخْتِيَارِ لَا تَسْقُطُ وِلَايَتُهُ مُطْلَقًا لِأَنَّهُ لَوْ زَوَّجَ مِنْ كُفْءٍ بِمَهْرِ الْمِثْلِ صَحَّ كَمَا سَيَأْتِي بَيَانُهُ , وَهَذَا خِلَافُ مَا مَرَّ عَلَى الْبَزَّازِيَّةِ , وَلَا يُمْكِنُ التَّوْفِيقُ بِحَمْلِ مَا مَرَّ عَلَى هَذَا لِأَنَّ قَوْلَهُ فَلِلْقَاضِي أَنْ يُزَوِّجَ مِنْ الْكُفْءِ يَقْتَضِي سُقُوطَ وِلَايَةِ الْأَبِ أَصْلًا فَافْهَمْ.
الفواكة الدواني للشيخ أحمد بن غنيم النفراوي المالكي ج 2 ص 4
( وَلَا نِكَاحَ ) صَحِيحٌ عِنْدَ الْأَئِمَّةِ سِوَى أَبِي حَنِيفَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْ الْجَمِيعِ ( إلَّا بِ ) مُبَاشَرَةِ ( وَلِيٍّ ) وَهُوَ كَمَا قَالَ ابْنُ عَرَفَةَ : مَنْ لَهُ عَلَى الْمَرْأَةِ مِلْكٌ أَوْ أُبُوَّةٌ أَوْ تَعْصِيبٌ أَوْ إيصَاءٌ أَوْ كَفَالَةٌ أَوْ سَلْطَنَةٌ أَوْ ذُو إسْلَامٍ وَشُرُوطُهُ سِتَّةٌ : الْإِسْلَامُ إذَا كَانَتْ الزَّوْجَةُ مُسْلِمَةً وَأَنْ يَكُونَ حَلَالًا لِأَنَّ الْإِحْرَامَ مِنْ أَحَدِ الثَّلَاثَةِ يَمْنَعُ صِحَّةَ الْعَقْدِ , وَالذُّكُورَةُ فَلَا يَصِحُّ عَقْدُ الْأُنْثَى وَلَوْ عَلَى ابْنَتِهَا أَوْ أَمَتِهَا , وَالْحُرِّيَّةُ فَلَا يُزَوِّجُ الرَّقِيقُ ابْنَتَهُ أَوْ أَمَتَهُ , وَالْبُلُوغُ فَلَا يُزَوِّجُ الصَّبِيُّ أُخْتَهُ أَوْ أَمَتَهُ , وَالْعَقْلُ فَلَا يُزَوِّجُ الْمَجْنُونُ ابْنَتَهُ , فَهَذِهِ سِتَّةُ شُرُوطٍ فِي وَلِيِّ الْمَرْأَةِ , وَأَمَّا الْعَدَالَةُ فَهِيَ شَرْطُ كَمَالٍ فَيُسْتَحَبُّ وُجُودُهَا كَمَا يُسْتَحَبُّ كَوْنُهُ رَشِيدًا .
[6] مجموع فتاوى الشسخ عبد اله بن عمر بن يحي /
275قال ابن سراج في فتح الفتاح واختلف العلماء في ولاية الفاسق ةسكت عنها للعمل على ولايته في الأعصار و الأمصار من غير نكير تبعا لمن يقول بهاكالغزالي انتهى وقد مال في التحفة الى ترجيح ما اختاره الغزالي وغيره انها اذا كانت تنتقل الى فاسق زوج الأقرب والله اعلم.
[7] مغني المحتاج إلى معرفة ألفاظ المنهاج – (ج 13 / ص 96)
وَ ) مِنْهَا أَنْ ( لَا ) يُوجَدَ ثَمَّ ( مُنْكَرٌ ) كَخَمْرٍ ، أَوْ مَلَاهٍ مُحَرَّمَةٍ ، لِحَدِيثِ : { مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاَللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يَقْعُدَنَّ عَلَى مَائِدَةٍ يُدَارُ عَلَيْهَا الْخَمْرُ } رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ وَقَالَ : حَسَنٌ غَرِيبٌ وَصَحَّحَهُ الْحَاكِمُ وَقَالَ : إنَّهُ عَلَى شَرْطِ مُسْلِمٍ .تَنْبِيهٌ : يَشْمَلُ إطْلَاقُهُ مَا لَوْ كَانَ هُنَاكَ دَاعِيَةٌ إلَى بِدْعَةٍ وَلَا يَقْدِرُ الْمَدْعُوُّ عَلَى رَدِّهِ ، وَمَا إذَا كَانَ هُنَاكَ مَنْ يُضْحِكُ بِالْفُحْشِ وَالْكَذِبِ ، وَبِهِ صَرَّحَ فِي الْإِحْيَاءِ .وَمَا إذَا كَانَ هُنَاكَ آنِيَةُ نَقْدٍ ، وَبِهِ صَرَّحَ فِي شَرْحِ مُسْلِمٍ ( فَإِنْ كَانَ ) الْمُنْكَرُ ( يَزُولُ بِحُضُورِهِ فَلْيَحْضُرْ ) حَتْمًا إجَابَةً لِلدَّعْوَةِ وَإِزَالَةً لِلْمُنْكَرِ ، فَإِنْ لَمْ يَزُلْ بِحُضُورِهِ حَرُمَ الْحُضُورُ ؛ لِأَنَّهُ كَالرِّضَا بِالْمُنْكَرِ ، فَإِنْ لَمْ يَعْلَمْ بِهِ حَتَّى حَضَرَ نَهَاهُمْ ، فَإِنْ لَمْ يَنْتَهُوا وَجَبَ الْخُرُوجُ إلَّا إنْ خَافَ مِنْهُ كَأَنْ كَانَ فِي لَيْلٍ وَخَافَ وَقَعَدَ كَارِهًا بِقَلْبِهِ وَلَا يَسْمَعُ لِمَا يَحْرُمُ اسْتِمَاعُهُ ، وَإِنْ اشْتَغَلَ بِالْحَدِيثِ وَالْأَكْلِ جَازَ لَهُ ذَلِكَ ، كَمَا لَوْ كَانَ ذَلِكَ فِي جِوَارِ بَيْتِهِ لَا يَلْزَمُهُ التَّحَوُّلُ وَإِنْ بَلَغَهُ الصَّوْتُ .
[8] (ج 1 / ص 322)
(باب ما يقوله الرجل المقتدى به) إذا فعل شيئا في ظاهره مخالفة للصواب مع أنه صواب إعلم أنه يستحب للعالم والمعلم والقاضي والمفتي والشيخ المربي وغيرهم ممن يقتدى به ويؤخذ عنه : أن يجتنب الأفعال والأقوال والتصرفات التي ظاهرها خلاف الصواب وإن كان محقا فيها ، لانه إذا فعل ذلك ترتب عليه مفاسد ، من جملتها : توهم كثير ممن يعلم ذلك منه أن هذا جائز على ظاهره بكل حال ، وأن يبقى ذلك شرعا وأمرا معمولا به أبدا ، ومنها وقوع الناس فيه بالتنقص ، واعتقادهم نقصه ، وإطلاق ألسنتهم بذلك ، ومنها أن الناس يسيئون الظن به فينفرون عنه ، وينفرون غيرهم عن أخذ العلم . الأذكار –
إحياء علوم الدين – ج 2 / ص 141
وما له صورة اللعب واللهو في أعين الناس فينبغي أن يجتنبه المقتدي به لئلا يصغر في أعين الناس فيترك الإقتداء به.
إحياء علوم الدين – (ج 3 / ص 137(
ومنها أن يكون المذنب عالماً يقتدى به فإذا فعله بحيث يرى ذلك منه كبر ذنبه كلبس العالم الإبريسم وركوبه مراكب الذهب، وأخذه مال الشبهة من أموال السلاطين، ودخوله على السلاطين وتردده عليهم ومساعدتهم إياهم بترك الإنكار عليهم وغطلاق اللسان في الأعراض وتعديه باللسان في المناظرة وقصد الاستخفاف واشتغاله من العلوم بما لا يقصد منه إلا الجاه كعلم الجدل والمناظرة، فهذه ذنوب يتبع العالم عليها فيموت ويبقى شره مستطيراً في العالم آماد متطاولة، فطوبى لمن إذا مات ماتت ذنوبه معه، وفي الخبر ” من سن سنة سيئة فعليه وزرها ووزر من عمل بها لا ينقص من أوزارهم شيئاً ” قال تعالى: ” ونكتب ما قدموا وآثارهم ” والآثار ما يلحق من الأعمال بعد انقضاء العمل والعامل وقال ابن عباس: ويل للعالم من الأنباع يزل زلة فيرجع عنها ويحملها الناس فيذهبون بها في الآفاق، وقال بعضهم: مثل زلة العالم مثل انكسار السفينة تغرق ويغرق أهلها، وفي الإسرائيليات: أن عالماً كان يضل الناس بالبدعة ثم أدركته توبة فعمل في الإصلاح دهراً، فأوحى الله تعالى إلى نبيهم: قل له إن ذنبك لو كان فيما بيني وبينك لغفرته لك ولكن كيف بمن أضللت من عبادي فأدخلتهم النار، فبهذا يتضح أن أمر العلماء مخطر فعليهم وظيفتان: إحداهما ترك الذنب، والأخرى إخفاؤه، وكما تتضاعف أوزارهم على الذنوب فكذلك يتضاعف ثوابهم على الحسنات إذا اتبعوا، فإذا ترك التجمل والميل إلى الدنيا وقنع منها باليسير ومن الطعام ومن الكسوة بالخلق فيتبع عليه ويقتدي به العلماء فيكون له مثل ثوابه، وإن مال إلى التجمل مالت طباع من دونه إلى التشبه به، ولا يقدرون على التجمل إلا بخدمة السلاطين وجمع الحطام من الحرام ويكون هو السبب في جميع ذلك، فحركات العلماء في طورى الزيادة والنقصان تتضاعف آثارها إما بالربح وإما بالخسران.
Kita ada masalah tentang syiah
1. Apabila wali syiah ,bagaimana hukum pernikahannya sedangkan kita tahu orang syiah itu termasuk orang fasiq?
2.Bagaimana kita menghadirinya sedangkan kita disorot masyarakat?
Forsan Salaf menjawab :
Sebagaimana dimaklumi bahwa akidah syi’ah adalah salah satu diantara akidah yang sesat. Menurut pendapat ulama ahlussnnah wal jama’ah, meskipun akidah syi’ah sesat, akan tetapi pengikut syi’ah secara umum masih tergolong muslim selama tidak melakukan hal-hal yang menyebabkan keluar dari Islam, seperti mengkafirkan sahabat dan lain-lain. Kesesatan keyakinan sy’iah secara umum hanya menyebabkan pengikutnya menjadi fasiq. [1]Atas dasar penjelasan di atas, akad nikah yang melibatkan wali nikah dari pengikut syi’ah tercakup dalam pembahasan mengenai perkawinan dengan wali nikah orang fasiq. Pendapat ulama terkait akad nikah dengan wali nikah fasiq ada dua.
Pertama: Hukum perkawinannya tidak sah berdasar hadits:
عن سعيد بن جبير عن ابن عباس رضى الله عنهما قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: لَا نِكَاحَ إلَّا بِوَلِيٍّ وَشَاهِدَيْ عَدْل. رواه ابن حبان.
ٍDiriwayatkan dari Sa’id bin Jubair dari Ibn Abbas bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Tidak sah pernikahan tanpa wali dan dua orang saksi yang adil“ HR. Ibnu Hibban
Menurut pendapat ini, wali nikah yang telah diketahui kefasikannya secara terang-terangan, tidak dapat menikahkan sebelum bertaubat dan kewaliannya berpindah kepada kerabat jauh sesuai dengan urutannya [2].
Adapun wali nikah yang tidak diketahui secara terang-terangan kefasikannya, hukum perwaliannya dianggap sah [3].
Yang dimaksud dengan wali nikah dalam pendapat ini adalah wali nikah disebabkan hubungan kerabat, seperti orang tua, saudara kandung, paman dan lain-lain, bukan wali nikah disebabkan jalur kekuasaan, yaitu Imam A’dhom (pemimpin negara/presiden). Menurut pendapat ini, pemimpin negara dapat menjadi wali nikah sebab kekuasaannya meskipun diketahui kefasikannya secara terang-terangan, karena kefasikan pemimpin negara tidak dapat menyebabkan hilangnya kekuasaan. [4].
Kedua: Hukum perkawinannya sah sebab kefasikan wali nikah tidak dapat mengugurkan hak kewaliannya. Demikian menurut pendapat Madzhab Hanafi dan Maliki [5] .
Pendapat yang sama juga dinyatakan oleh sebagian ulama Madzhab Syafi’i, diantaranya Imam Al-Ghozali, Ibnu Sholah, Al-Adzro’i, dan lain-lain. Mereka beralasan, jika hak kewaliannya dicabut maka akan berpindah kepada wali hakim yang fasik pula sebab saat ini sulit ditemukan wali nikah yang tidak fasik [6] .
Adapun hukum menghadiri acara perkawinan kaum syi’ah diperinci sebagai berikut:
a) Haram jika dalam acara tersebut terdapat kemungkaran sementara dia tidak mampu untuk menghentikannya, misalnya terdapat ritual-ritual sesat syi’ah [7].
b) Boleh jika dalam acara tersebut tidak terdapat kemungkaran atau dia mampu menghentikannya.
c) Haram bagi tokoh agama yang menjadi panutan masyarakat meskipun tidak terdapat kemungkaran, jika kehadirannya dapat menimbulkan fitnah di masyarakat, seperti menimbulkan keraguan masyarakat akan kebathilan paham sy’iah atau menyebabkan masyarakat menjauhinya padahal masyarakat masih membutuhkan bimbingannya [8] .
تحفة الحبيب على شرح الخطيب للشيخ سليمان بن محمد البجيرمي. ج 2 ص 137
[1] وَالْمُبْتَدِعُ الَّذِي لَا يَكْفُرُ بِبِدْعَتِهِ كَالْفَاسِقِ. قَوْلُهُ : ( الَّذِي لَا يَكْفُرُ بِبِدْعَتِهِ ) كَالْمُجَسِّمِ وَالرَّافِضِيّ.
الزواجر عن اقتراف الكبائر للشيخ ابن حجر الهيتمي ج 2 ص 379 -380
( الْكَبِيرَةُ الرَّابِعَةُ وَالْخَامِسَةُ وَالسِّتُّونَ بَعْدَ الْأَرْبَعِمِائَةِ : بُغْضُ الْأَنْصَارِ وَشَتْمُ وَاحِدٍ مِنْ الصَّحَابَةِ رضوان الله عليهم أجمعين ) أَخْرَجَ الْبُخَارِيُّ أَنَّهُ صلى الله عليه وسلم قَالَ : { مِنْ عَلَامَةِ الْإِيمَانِ حُبُّ الْأَنْصَارِ , وَمِنْ عَلَامَةِ النِّفَاقِ بُغْضُ الْأَنْصَارِ } . وَالشَّيْخَانِ { أَنَّهُ صلى الله عليه وسلم قَالَ فِي الْأَنْصَارِ : لَا يُحِبُّهُمْ إلَّا مُؤْمِنٌ وَلَا يُبْغِضُهُمْ إلَّا مُنَافِقٌ , مَنْ أَحَبَّهُمْ أَحَبَّهُ اللَّهُ وَمَنْ أَبْغَضَهُمْ أَبْغَضَهُ اللَّهُ } . وَمُسْلِمٌ : { لَا يُبْغِضُ الْأَنْصَارَ رَجُلٌ يُؤْمِنُ بِاَللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ } .- إلى أن قال – وَالشَّيْخَانِ : { لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي فَوَاَلَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ أَنْفَقَ أَحَدُكُمْ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ } .- إلى أن قال - وَالْأَحَادِيثُ فِي ذَلِكَ كَثِيرَةٌ وَقَدْ اسْتَوْفَيْتهَا وَمَا يَتَعَلَّقُ بِهَا فِي كِتَابٍ حَافِلٍ لَمْ يُصَنَّفْ فِي هَذَا الْبَابِ – فِيمَا أَظُنُّ – مِثْلُهُ , وَمِنْ ثَمَّ سَمَّيْته : [ الصَّوَاعِقُ الْمُحْرِقَةُ لِإِخْوَانِ الشَّيَاطِينِ أَهْلِ الِابْتِدَاعِ وَالضَّلَالِ وَالزَّنْدَقَةِ ] فَاطْلُبْهُ إنْ شِئْت لِتَرَى مَا فِيهِ مِنْ مَحَاسِنِ الصَّحَابَةِ وَثَنَاءِ أَهْلِ الْبَيْتِ عَلَيْهِمْ لَا سِيَّمَا الشَّيْخَانِ , وَمِنْ افْتِضَاحِ الشِّيعَةِ وَالرَّافِضَةِ فِي كَذِبِهِمْ وَتَقَوُّلِهِمْ وَافْتِرَائِهِمْ عَلَيْهِمْ بِمَا هُمْ بَرِيئُونَ مِنْهُ رضوان الله عليهم أجمعين . – إلى أن قال - وَنَقَلَ بَعْضُهُمْ عَنْ أَكْثَرِ الْعُلَمَاءِ أَنَّ مَنْ سَبَّ أَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ كَانَ كَافِرًا , وَأَنَّهُمْ اسْتَنَدُوا فِي ذَلِكَ لِمَا رُوِيَ أَنَّهُ صلى الله عليه وسلم قَالَ : { مَنْ سَبَّك يَا أَبَا بَكْرٍ فَقَدْ كَفَرَ } . وَفِي الْحَدِيثِ : { مَنْ قَالَ لِأَخِيهِ يَا كَافِرُ فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا } , فَمَنْ قَالَ ذَلِكَ لِأَبِي بَكْرٍ وَذُرِّيَّتِهِ فَهُوَ كَافِرٌ هُنَا قَطْعًا , وَأَيْضًا فَقَدْ نَصَّ اللَّهُ تَعَالَى عَلَى أَنَّهُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْ الصَّحَابَةِ فِي غَيْرِ آيَةٍ , قَالَ تَعَالَى : { وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنْ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَاَلَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ } فَمَنْ سَبَّهُمْ أَوْ وَاحِدًا مِنْهُمْ فَقَدْ بَارَزَ اللَّهَ بِالْمُحَارَبَةِ , وَمَنْ بَارَزَ اللَّهَ بِالْمُحَارَبَةِ أَهْلَكَهُ وَخَذَلَهُ .
بغية المسترشدين ص 202
[2] (مسألة: ش): أصل المذهب أن الفاسق لا يلي النكاح بل تنتقل الولاية للأبعد ثم القاضي.
تحفة المحتاج في شرح المنهاج – (ج 30 / ص 9)
( وَلَا وِلَايَةَ لِفَاسِقٍ ) غَيْرِ الْإِمَامِ الْأَعْظَمِ ( عَلَى الْمَذْهَبِ ) لِلْحَدِيثِ الصَّحِيحِ { لَا نِكَاحَ إلَّا بِوَلِيٍّ } مُرْشِدٍ أَيْ عَدْلٍ عَاقِلٍ فَيُزَوِّجُ الْأَبْعَدُ وَاخْتَارَ أَكْثَرُ مُتَأَخِّرِي الْأَصْحَابِ أَنَّهُ يَلِي وَالْغَزَالِيُّ أَنَّهُ لَوْ كَانَ بِحَيْثُ لَوْ سُلِبَهَا انْتَقَلَتْ لِحَاكِمٍ فَاسِقٍ لَا يَنْعَزِلُ وَلِيَ وَإِلَّا فَلَا لِأَنَّ الْفِسْقَ عَمَّ وَاسْتَحْسَنَهُ فِي الرَّوْضَةِ وَقَالَ يَنْبَغِي الْعَمَلُ بِهِ وَبِهِ أَفْتَى ابْنُ الصَّلَاحِ وَقَوَّاهُ السُّبْكِيُّ وَقَالَ الْأَذْرَعِيُّ لِي مُنْذُ سِنِينَ أُفْتِي بِصِحَّةِ تَزْوِيجِ الْقَرِيبِ الْفَاسِقِ وَاخْتَارَهُ جَمْعٌ آخَرُونَ إذَا عَمَّ الْفِسْقُ وَأَطَالُوا فِي الِانْتِصَارِ لَهُ حَتَّى قَالَ الْغَزَالِيُّ مَنْ أَبْطَلَهُ حَكَمَ عَلَى أَهْلِ الْعَصْرِ كُلِّهِمْ إلَّا مَنْ شَذَّ بِأَنَّهُمْ أَوْلَادُ حَرَامٍ ا هـ
إعانة الطالبين – (ج 3 / ص 351)
ولو تاب الفاسق توبة صحيحة زوج حالا لان الشرط عدم الفسق لا العدالة وبينهما واسطة، ولذلك زوج المستور الظاهر العدالة.
نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج – (ج 20 / ص 357)
وَلَوْ تَابَ الْفَاسِقُ تَوْبَةً صَحِيحَةً زَوَّجَ حَالًا كَمَا قَالَهُ الْبَغَوِيّ ، وَهُوَ الْمُعْتَمَدُ لِأَنَّ الشَّرْطَ عَدَمُ الْفِسْقِ لَا الْعَدَالَةُ وَبَيْنَهُمَا وَاسِطَةٌ ، وَلِذَا زَوَّجَ الْمَسْتُورُ الظَّاهِرُ الْعَدَالَةِ وَالصَّبِيُّ إذَا بَلَغَ وَالْكَافِرُ إذَا أَسْلَمَ وَلَمْ يَصْدُرْ مِنْهُمَا مُفَسِّقٌ وَإِنْ لَمْ تَحْصُلْ مِنْهُمَا مَلَكَةُ تَحَمُّلِهِمَا الْآنَ عَلَى مُلَازَمَةِ التَّقْوَى ، وَأَصْحَابُ الْحِرَفِ الدَّنِيَّةِ يَلُونَ كَمَا رَجَّحَ فِي الرَّوْضَةِ الْقَطْعَ بِهِ. ( قَوْلُهُ : زُوِّجَ حَالًا ) أَيْ وَإِنْ لَمْ يَشْرَعْ فِي رَدِّ الْمَظَالِمِ وَلَا فِي قَضَاءِ الصَّلَوَاتِ مَثَلًا حَيْثُ وُجِدَتْ شُرُوطُ التَّوْبَةِ بِأَنْ عَزَمَ عَزْمًا مُصَمِّمًا عَلَى رَدِّ الْمَظَالِمِ.
حاشيتا قليوبي – وعميرة – (ج 11 / ص 196)
[3] الثَّانِي الْفِسْقُ يَتَحَقَّقُ بِارْتِكَابِ كَبِيرَةٍ ، أَوْ إصْرَارٍ عَلَى صَغِيرَةٍ كَالْعَضْلِ مَرَّاتٍ أَقَلُّهَا فِيمَا حَكَى بَعْضُهُمْ ثَلَاثٌ ، الثَّالِثُ : لَا يَلْزَمُ مِنْ أَنَّ الْفَاسِقَ لَا يَلِي اشْتِرَاطُ أَنْ يَكُونَ الْوَلِيُّ عَدْلًا فَإِنَّ الْمَسْتُورَ يَلِي بِلَا خِلَافٍ ، كَمَا قَالَهُ الْإِمَامُ ، وَأَصْحَابُ الْحِرَفِ الدَّنِيئَةِ يَلُونَ ، كَمَا رَجَّحَ فِي الرَّوْضَةِ الْقَطْعَ بِهِ بَعْدَ حِكَايَةِ وَجْهَيْنِ.
[4] إعانة الطالبين – (ج 3 / ص 350)
(قوله: فلا ولاية لفاسق) مفهوم الشرط الاول، وهو العدالة وهذا عندنا.وأما عند الائمة الثلاثة فتثبت الولاية للفاسق. (وقوله: غير الامام الاعظم) أي أما الامام الاعظم فلا يمنع فسقه ولايته بناء على الصحيح أنه لا ينعزل بالفسق فيزوج بناته وبنات غيره بالولاية العامة تفخيما.
[5] رد المختارلابن عابدين الحنفي ج 3 ص
54بَابُ الْوَلِيِّ ( هُوَ ) – : ( الْبَالِغُ الْعَاقِلُ الْوَارِثُ ) وَلَوْ فَاسِقًا عَلَى الْمَذْهَبِ مَا لَمْ يَكُنْ مُتَهَتِّكًا. ( قَوْلُهُ مَا لَمْ يَكُنْ مُتَهَتِّكًا ) فِي الْقَامُوسِ : رَجُلٌ مُنْهَتِكٌ وَمُتَهَتِّكٌ وَمُسْتَهْتِكٌ لَا يُبَالِي أَنْ يَتَهَتَّكَ سِتْرُهُ ا هـ قَالَ فِي الْفَتْحِ عَقِبَ مَا نَقَلْنَا عَنْهُ آنِفًا , نَعَمْ إذَا كَانَ مُتَهَتِّكًا لَا يَنْفُذُ تَزْوِيجُهُ إيَّاهَا بِنَقْصٍ عَنْ مَهْرِ الْمِثْلِ وَمِنْ غَيْرِ كُفْءٍ وَسَيَأْتِي هَذَا . ا هـ . وَحَاصِلُهُ أَنَّ الْفِسْقَ وَإِنْ كَانَ لَا يُسْلَبَ الْأَهْلِيَّةَ عِنْدَنَا , لَكِنْ إذَا كَانَ الْأَبُ مُتَهَتِّكًا لَا يَنْفُذُ تَزْوِيجُهُ إلَّا بِشَرْطِ الْمَصْلَحَةِ وَمِثْلُهُ مَا سَيَأْتِي مِنْ قَوْلِ الْمُصَنِّفِ وَلَزِمَ وَلَوْ بِغَبْنٍ فَاحِشٍ أَوْ بِغَيْرِ كُفْءٍ إنْ كَانَ الْوَلِيُّ أَبًا أَوْ جَدًّا لَمْ يُعْرَفْ مِنْهُمَا سُوءُ الِاخْتِيَارِ وَإِنْ عُرِفَ لَا ا هـ وَبِهِ ظَهَرَ أَنَّ الْفَاسِقَ الْمُتَهَتِّكَ وَهُوَ بِمَعْنَى سَيِّئِ الِاخْتِيَارِ لَا تَسْقُطُ وِلَايَتُهُ مُطْلَقًا لِأَنَّهُ لَوْ زَوَّجَ مِنْ كُفْءٍ بِمَهْرِ الْمِثْلِ صَحَّ كَمَا سَيَأْتِي بَيَانُهُ , وَهَذَا خِلَافُ مَا مَرَّ عَلَى الْبَزَّازِيَّةِ , وَلَا يُمْكِنُ التَّوْفِيقُ بِحَمْلِ مَا مَرَّ عَلَى هَذَا لِأَنَّ قَوْلَهُ فَلِلْقَاضِي أَنْ يُزَوِّجَ مِنْ الْكُفْءِ يَقْتَضِي سُقُوطَ وِلَايَةِ الْأَبِ أَصْلًا فَافْهَمْ.
الفواكة الدواني للشيخ أحمد بن غنيم النفراوي المالكي ج 2 ص 4
( وَلَا نِكَاحَ ) صَحِيحٌ عِنْدَ الْأَئِمَّةِ سِوَى أَبِي حَنِيفَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْ الْجَمِيعِ ( إلَّا بِ ) مُبَاشَرَةِ ( وَلِيٍّ ) وَهُوَ كَمَا قَالَ ابْنُ عَرَفَةَ : مَنْ لَهُ عَلَى الْمَرْأَةِ مِلْكٌ أَوْ أُبُوَّةٌ أَوْ تَعْصِيبٌ أَوْ إيصَاءٌ أَوْ كَفَالَةٌ أَوْ سَلْطَنَةٌ أَوْ ذُو إسْلَامٍ وَشُرُوطُهُ سِتَّةٌ : الْإِسْلَامُ إذَا كَانَتْ الزَّوْجَةُ مُسْلِمَةً وَأَنْ يَكُونَ حَلَالًا لِأَنَّ الْإِحْرَامَ مِنْ أَحَدِ الثَّلَاثَةِ يَمْنَعُ صِحَّةَ الْعَقْدِ , وَالذُّكُورَةُ فَلَا يَصِحُّ عَقْدُ الْأُنْثَى وَلَوْ عَلَى ابْنَتِهَا أَوْ أَمَتِهَا , وَالْحُرِّيَّةُ فَلَا يُزَوِّجُ الرَّقِيقُ ابْنَتَهُ أَوْ أَمَتَهُ , وَالْبُلُوغُ فَلَا يُزَوِّجُ الصَّبِيُّ أُخْتَهُ أَوْ أَمَتَهُ , وَالْعَقْلُ فَلَا يُزَوِّجُ الْمَجْنُونُ ابْنَتَهُ , فَهَذِهِ سِتَّةُ شُرُوطٍ فِي وَلِيِّ الْمَرْأَةِ , وَأَمَّا الْعَدَالَةُ فَهِيَ شَرْطُ كَمَالٍ فَيُسْتَحَبُّ وُجُودُهَا كَمَا يُسْتَحَبُّ كَوْنُهُ رَشِيدًا .
[6] مجموع فتاوى الشسخ عبد اله بن عمر بن يحي /
275قال ابن سراج في فتح الفتاح واختلف العلماء في ولاية الفاسق ةسكت عنها للعمل على ولايته في الأعصار و الأمصار من غير نكير تبعا لمن يقول بهاكالغزالي انتهى وقد مال في التحفة الى ترجيح ما اختاره الغزالي وغيره انها اذا كانت تنتقل الى فاسق زوج الأقرب والله اعلم.
[7] مغني المحتاج إلى معرفة ألفاظ المنهاج – (ج 13 / ص 96)
وَ ) مِنْهَا أَنْ ( لَا ) يُوجَدَ ثَمَّ ( مُنْكَرٌ ) كَخَمْرٍ ، أَوْ مَلَاهٍ مُحَرَّمَةٍ ، لِحَدِيثِ : { مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاَللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يَقْعُدَنَّ عَلَى مَائِدَةٍ يُدَارُ عَلَيْهَا الْخَمْرُ } رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ وَقَالَ : حَسَنٌ غَرِيبٌ وَصَحَّحَهُ الْحَاكِمُ وَقَالَ : إنَّهُ عَلَى شَرْطِ مُسْلِمٍ .تَنْبِيهٌ : يَشْمَلُ إطْلَاقُهُ مَا لَوْ كَانَ هُنَاكَ دَاعِيَةٌ إلَى بِدْعَةٍ وَلَا يَقْدِرُ الْمَدْعُوُّ عَلَى رَدِّهِ ، وَمَا إذَا كَانَ هُنَاكَ مَنْ يُضْحِكُ بِالْفُحْشِ وَالْكَذِبِ ، وَبِهِ صَرَّحَ فِي الْإِحْيَاءِ .وَمَا إذَا كَانَ هُنَاكَ آنِيَةُ نَقْدٍ ، وَبِهِ صَرَّحَ فِي شَرْحِ مُسْلِمٍ ( فَإِنْ كَانَ ) الْمُنْكَرُ ( يَزُولُ بِحُضُورِهِ فَلْيَحْضُرْ ) حَتْمًا إجَابَةً لِلدَّعْوَةِ وَإِزَالَةً لِلْمُنْكَرِ ، فَإِنْ لَمْ يَزُلْ بِحُضُورِهِ حَرُمَ الْحُضُورُ ؛ لِأَنَّهُ كَالرِّضَا بِالْمُنْكَرِ ، فَإِنْ لَمْ يَعْلَمْ بِهِ حَتَّى حَضَرَ نَهَاهُمْ ، فَإِنْ لَمْ يَنْتَهُوا وَجَبَ الْخُرُوجُ إلَّا إنْ خَافَ مِنْهُ كَأَنْ كَانَ فِي لَيْلٍ وَخَافَ وَقَعَدَ كَارِهًا بِقَلْبِهِ وَلَا يَسْمَعُ لِمَا يَحْرُمُ اسْتِمَاعُهُ ، وَإِنْ اشْتَغَلَ بِالْحَدِيثِ وَالْأَكْلِ جَازَ لَهُ ذَلِكَ ، كَمَا لَوْ كَانَ ذَلِكَ فِي جِوَارِ بَيْتِهِ لَا يَلْزَمُهُ التَّحَوُّلُ وَإِنْ بَلَغَهُ الصَّوْتُ .
[8] (ج 1 / ص 322)
(باب ما يقوله الرجل المقتدى به) إذا فعل شيئا في ظاهره مخالفة للصواب مع أنه صواب إعلم أنه يستحب للعالم والمعلم والقاضي والمفتي والشيخ المربي وغيرهم ممن يقتدى به ويؤخذ عنه : أن يجتنب الأفعال والأقوال والتصرفات التي ظاهرها خلاف الصواب وإن كان محقا فيها ، لانه إذا فعل ذلك ترتب عليه مفاسد ، من جملتها : توهم كثير ممن يعلم ذلك منه أن هذا جائز على ظاهره بكل حال ، وأن يبقى ذلك شرعا وأمرا معمولا به أبدا ، ومنها وقوع الناس فيه بالتنقص ، واعتقادهم نقصه ، وإطلاق ألسنتهم بذلك ، ومنها أن الناس يسيئون الظن به فينفرون عنه ، وينفرون غيرهم عن أخذ العلم . الأذكار –
إحياء علوم الدين – ج 2 / ص 141
وما له صورة اللعب واللهو في أعين الناس فينبغي أن يجتنبه المقتدي به لئلا يصغر في أعين الناس فيترك الإقتداء به.
إحياء علوم الدين – (ج 3 / ص 137(
ومنها أن يكون المذنب عالماً يقتدى به فإذا فعله بحيث يرى ذلك منه كبر ذنبه كلبس العالم الإبريسم وركوبه مراكب الذهب، وأخذه مال الشبهة من أموال السلاطين، ودخوله على السلاطين وتردده عليهم ومساعدتهم إياهم بترك الإنكار عليهم وغطلاق اللسان في الأعراض وتعديه باللسان في المناظرة وقصد الاستخفاف واشتغاله من العلوم بما لا يقصد منه إلا الجاه كعلم الجدل والمناظرة، فهذه ذنوب يتبع العالم عليها فيموت ويبقى شره مستطيراً في العالم آماد متطاولة، فطوبى لمن إذا مات ماتت ذنوبه معه، وفي الخبر ” من سن سنة سيئة فعليه وزرها ووزر من عمل بها لا ينقص من أوزارهم شيئاً ” قال تعالى: ” ونكتب ما قدموا وآثارهم ” والآثار ما يلحق من الأعمال بعد انقضاء العمل والعامل وقال ابن عباس: ويل للعالم من الأنباع يزل زلة فيرجع عنها ويحملها الناس فيذهبون بها في الآفاق، وقال بعضهم: مثل زلة العالم مثل انكسار السفينة تغرق ويغرق أهلها، وفي الإسرائيليات: أن عالماً كان يضل الناس بالبدعة ثم أدركته توبة فعمل في الإصلاح دهراً، فأوحى الله تعالى إلى نبيهم: قل له إن ذنبك لو كان فيما بيني وبينك لغفرته لك ولكن كيف بمن أضللت من عبادي فأدخلتهم النار، فبهذا يتضح أن أمر العلماء مخطر فعليهم وظيفتان: إحداهما ترك الذنب، والأخرى إخفاؤه، وكما تتضاعف أوزارهم على الذنوب فكذلك يتضاعف ثوابهم على الحسنات إذا اتبعوا، فإذا ترك التجمل والميل إلى الدنيا وقنع منها باليسير ومن الطعام ومن الكسوة بالخلق فيتبع عليه ويقتدي به العلماء فيكون له مثل ثوابه، وإن مال إلى التجمل مالت طباع من دونه إلى التشبه به، ولا يقدرون على التجمل إلا بخدمة السلاطين وجمع الحطام من الحرام ويكون هو السبب في جميع ذلك، فحركات العلماء في طورى الزيادة والنقصان تتضاعف آثارها إما بالربح وإما بالخسران.
Syiah Berdusta Atas Nama Ahlul Bait
Syi’ah Berdusta Atas Nama Ahlul Bait
IJABI (Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia) sebuah organisasi yang menyandarkan dirinya pada Ahli Bait (keluarga) Rasulullah SAW, akan menggelar muktamar. Hajatan besar jamaah Syi’ah ini mengusung tema berbunga-bunga; Muliakan Peradaban Bangsa dengan Mazhab Akhlak dan Cinta. Sampai sejauh mana kebenaran slogan ini dan siapa sebenarnya Ahlul Bait Rasulullah? Al-Balagh edisi kali ini mencoba menyorotnya dari sisi lain. Selamat mengikuti!
Siapa Ahlul Bait?
Ahli Bait Rasulullah adalah kerabat keluarga Rasulullah yang beriman. Mereka adalah keluarga Ali, keluarga Aqil, keluarga Ja’far, keluarga Abbas dan mereka yang diharamkan menerima sedekah. Ahli Bait Rasulullah termasuk istri-istri beliau yang ditetapkan oleh nash al-Qur’an (al-Ahzab:22-23). Mereka adalah Khadijah bintu Khuwailid, A’isyah bintu Abi Bakr, Hafshah bintu Umar bin al-Khatthab, Ummu Habibah bintu Abi Sufyan, Ummu Salamah bintu Abi Umayyah bin Mughirah, Saudah bintu Zam’ah bin Qais, Zainab bintu Jahsy, Maimunah bintu al-Harits, Juwairiyah bintu al-Harits bin Abi Dhirar dan Shafiyyah bintu Huyay.
Ahlussunnah meyakini kesucian mereka karena Allah sendiri yang menyatakan hal itu. Mereka semua adalah istri Rasulullah di dunia dan akhirat. Ahlussunnah juga meyakini bahwa yang paling mulia di atara mereka adalah Khadijah bintu Khuwailid dan Aisyah bintu Abi Bakr. Aisyah sendiri yang dituding dengan tuduhan keji oleh orang-orang munafik telah disucikan oleh Allah dalam al-Qur’an (al-Nur:23). Karena itu, siapa yang mencela keduanya atau menuduhnya dengan tuduhan keji maka sungguh ia telah kafir.
Lalu bagaimana dengan kaum Syi’ah? Kaum Syi’ah sendiri melaknat dua istri Rasulullah SAW, Aisyah dan Hafshah. Dalam kumpulan Do’a Kumail disebutkan, “… Ya Allah laknatlah dua berhala Quraisy (Abu Bakr dan Umar), dua thaghut dan jibtnya, dua pendusta dan pembohongnya, dan kedua anak perempuannya (Aisyah dan Hafshah) karena mereka telah mengingkari perintahMu, mendustakan wahyuMu, tidak mensyukuri nikmatMu, bermaksiat pada RasulMu…” .
Perhatikan potongan doa yang dicetak tebal, mereka (orang Syi’ah) ternyata membenarkan tuduhan orang-orang munafik bahwa Aisyah mengkhianati Rasulullah dalam peristiwa haditsul ifk (kisah fitnah). Mereka menuduh bahwa ‘Aisyah telah berzina padahal Allah sendiri telah mensucikan beliau dari tuduhan dusta itu (al-Ahzab:33). Dengan demikian, siapa yang menuduh salah seorang istri Rasulullah telah berbuat keji maka ia telah kafir. Meski yang dituduh bukan Aisyah
Maka sekali lagi perhatikanlah beginikah orang-orang yang menyandarkan diri pada Ahlul Bait mulutnya penuh kekotoran dengan mencaci dua istri Rasulullh SAW.
Benarkan Mereka Penganut Mazhab Cinta?
Mari kita uji pengakuan ini dengan aqidah dan sepak terjang mereka sepanjang sejarah
Aqidah Syi’ah berpijak di atas pencacian, pencelaan dan pengkafiran terhadap para shahabat Rasulullah. al-Kulaini mengungkapkan dalam Furu’ul Kaafi yang diriwayatkan dari Ja’far -rahimahullah- (yang kami tidak yakin kebenaran penisbatannya, red), “Semua shahabat sepeninggal Rasulullah murtad kecuali tiga orang”, lalu saya bertanya kepadanya, “siapakah ketiga shabat itu?”. Ia menjawab, ”al-Miqdad bin al-Aswad, AbuDzar al-Ghifari, dan Salman al-Farisi.
Al-Majlisi menyebutkan dalam kitabnya Haqqul Yaqin bahwa Ali bin Husain -rahimahullah- (Maha Suci Allah atas kedustaan ini, red) berkata pada hamba sahayanya, “Bagiku atas kamu hak pelayanan ceritakan padaku tentang Abu Bakr dan Umar? Maka ia menjawab, ”Mereka berdua adalah kafir dan mereka yang cinta kepadanya juga kafir”.
Ketika menafsirkan firman Allah, wa yanhaa ‘anil fahsyaa’i wal munkar wal baghy”. (an-Nahl:90). Penafsir al-Qummy (ahli tafsir Syi’ah) menafsirkan, “ al-fahsyaa’ adalah Abu Bakr, al-munkar adalah Umar dan al-Baghy adalah Utsman”.
Pada tanggal 10 Muharram, mereka membawa anjing yang diberi nama Umar, lalu mereka membawanya ramai-ramai lalu memukulnya dengan tongkat dan melemparinya dengan batu sampai mati. Setelah itu mereka mendatangkan kambing betina yang diberi nama Aisyah, lalu mereka mencabuti bulu-bulunya dan memukulnya dengan sepatu sampai mati.
Di waktu yang lain, mereka berpesta dalam rangka merayakan hari kematian Umar bin al-Khatthab dan memberi penghargaan kepada pembunuhnya, Abu Lu’lu’ah al-Majusi sebagai seorang pahlawan agama.
Wahai kaum Muslimin… inilah aqidah mereka tentang shahabat Rasulullah yang penuh dengan kebencian dan caci maki. Inikah Mazhab cinta? Cinta apa yang bisa disebarkan oleh orang-orang yang yang lisannya berlumuran kotoran cacian dan laknat kepada sekumpulan manusia terbaik yang diridhai oleh Allah?
Allah berfirman,”Orang-orang terdahuliu pertama masuk Islam at-taubah 100
Sejarah Syi’ah adalah Sejarah Pengkhianatan
Jika kita bicara tentang cinta, maka kesetiaan adalah anak kandungnya. Begitu juga ketika kita bicara tentang akhlak, saling melindungi adalah buah dari pekerti yang terpuji. Lalu jika orang syi’ah tiba-tiba berbicara tentang cinta, cinta apa yang mereka maksud? Akhlak macam apa yang mereka akan usung jika sejarah mereka adalah sejarah kelicikan terhadap kaum muslimin
Selanjutnya mari kita lihat sejarah bagaimana orang-orang Syiah ini mengkhianati kaum Muslimin. Ketika Hulagu menyerbu Baghdad pada tahun 656 H, untuk menaklukkan, menghancurkan dan mengakhiri Daulah Abbasiyyah maka orang-orang Syi’ah yang ada di al-Hullah dan dua masyhad semuanya selamat berkat terkabulnya permintaan ulama Syi’ah yang diajukan kepada Hulagu agar keamanan mereka dijamin.
‘Allamah Muhammad Husain al-Mudhaffari salah seorang ulama Syi’ah mengukuhkan kaitan Nashiruddin at-Thusi yang Syi’ah saat ia menjadi penasehat Hulagu tak lama sebelum raja Mongol itu menyerbu Baghdad.
Keruntuhan Baghdad yang berarti berakhirnya Dinasti Abbasiyyah, juga melibatkan Muhammad bin Ahmad al-Alqami. Ia adalah salah seorang menteri di era al-Mu’tashim khalifah terakhir daulah Abbasiyyah. Menteri Syi’ah ini berkhianat pada negara dan memberikan banyak informasi rahasia pada Mongol bahkan dia pulalah yang memberi semangat menyerbu Baghdad dan meruntuhkan Daulah Abbasiyyah yang Sunni itu.
Kedua tokoh Syi’ah di atas ketika Baghdad banjir darah, khalifah, para ulama dan rakyat bergelimpangan justru Nashiruddin at-Thusi diangkat menjadi Menteri Wakaf dan dibuatkan observatorium di Maraghah dan al-Alqami bebas menghirup udara segar.
Pada era awal Dinasti Shafawiyah (907 H) kawasan Iran belum seluruhnya menjadi Syi’ah, kecuali beberapa kota seperti Qum, Qasyan dan Naisabur. Nanti setelah Syah Ismail bertahta baru kemudian diumumkan dekrit Syi’ah ke seluruh penjuru Iran sebagai mazhab resmi negara mullah itu. Orang ini memang sangat fanatik dengan mazhab Syi’ah sehingga ia menyebarkan mazhab ini ke seluruh penjuru Iran dengan melakukan terror dan ancaman bunuh bagi mereka yang tidak mau memeluk mazhab batil ini.
Ada satu peristiwa yang menggelikan, yaitu ketika penduduk Isfahan yang menganut paham Khawarij menerima ultimatum dari para pasukan Syah Ismail agar mereka memeluk Syi’ah atau jika menolak maka hukuman pancung menanti mereka. Lalu penduduk Isfahan meminta waktu selama 40 hari. Tapi waktu yang lama ini bukan digunakan untuk berpikir dan menimbang, justru mereka akan menggunakan rentang waktu itu dipakai untuk melampiaskan kutukan sepuas-puasnya kepada Ali bin Abi Thalib. Padahal bagi orang syi’ah Ali sangat dikultuskan bahkan banyak sekte-sekte Syi’ah lainnya sudah sampai menuhankan shahabat yang mulia ini. Lucunya Syah Ismail mengabulkan permintaan ini.
Kisah teror penyebaran Syi’ah juga dialami wilayah Tabriz. Waktu itu Syah Ismail ingin memaksa penduduknya agar pindah mazhab Syi’ah, ia dingatkan oleh penasehatnya agar ia tidak melakukan pemaksaan karena dua pertiga penduduknya adalah sunni, Syah dengan enteng ia berkata, “Saya dapat mandat untuk melakukan ini. Dan sungguh Allah dan Imam-imam yang ma’shum bersamaku dalam hal ini. Aku tak takut pada siapapun, jika kutemukan orang yang menentangku, maka akan kupenggal lehernya!”
Inikah akhlak dan cinta…? Kalau cinta itu ada, ditujukan pada siapa? Kepada para orang-orang zindiq?
Pada masa Syah ini pulalah dinasti Shafawiyyah telah menjalin hubungan keamanan dan ekonomi dengan Eropa untuk menghadapi musuh bersama yaitu Daulah Utsmaniyah. Pada masa itu mereka merancang nota kesepahaman yang salah satu bunyinya adalah dinasti Syi’ah ini tidak akan menuntut Portugal agar mengembalikan pulau Hurmuz yang dirampas tapi sebagai konpensasinya seluruh kekuatan Eropa akan membantu Syah Ismail melawan Turki Utsmani.
Kerja sama serupa juga dilakukan oleh penerus Syah Ismail yaitu Syah Abbas. Bahkan Syah ini lebih gencar lagi. Syah ini bahkan menghubungi Paus Paulus V dan memintanya agar mengompori raja-raja Nasrani di Eropa guna bersatupadu memusnahkan Khilafah Utsmaniyah. Ibarat berbalas pantun sang Paus mengucapkan selamat kepada Syah atas keberhasilannya menghadapi orang-orang Uzbek yang sunni sambil terus menyemangatinya untuk menyerang Khilafah Utsmaniyah. Pada kesempatan itu Paus menegaskan kesediannya menggunaan pengaruhnya untuk mendorong raja-raja Eropa untuk memerangi khilafah…!
Wahai yang punya nurani… inikah akhlak? Inikah cinta?
Jadi sebagai kata simpul, kalau ada sekelompok orang yang berfaham Syi’ah, tiba-tiba dalam muktamarnya mengangkat tema akhlak dan cinta, maka patut kita bertanya-tanya akhlak dan cinta model bagaimana yang akan mereka sebarkan di tengah-tengat umat Islam Indonesia yang sunni? Bisakah berpadu antara cinta kepada keluarga Rasulullah tapi di sisi yang lain kusumat dan dendam membara dilontarkan melalui lisan-lisan mereka yang kotor terhadap sahabat Rasulullah terutama Abu Bakar Umar bin Khattab dan Utsman bin Affan?
Hajar Aswad pun Mereka Curi
Pernahkah terlintas dalam benak Anda bahwa pernah kaum muslimin berhaji selama 20 tahun tanpa hajar aswad di ka’bah? Kapan dan Bagaimana peristiwa ini terjadi?
Kisahnya, pada musim haji tahun 317 H serombongan haji dari Iraq yang dipimpin oleh Manshur ad-Dailami menunaikan ibadah haji. Namun, entah kenapa tiba-tiba pada hari Tarwiyah (8 Dzulhijjah) orang-orang Qaramaithah (salah satu sekte Syi’ah) membuat keonaran di tanah haram dengan merampok harta jamaah haji. Akibatnya banyak jamaah yang meninggal dunia meski berada dekat ka’bah.
Pada saat itu, pemimpin orang-orang Qaramithah Abu Thahir berdiri depan pintu ka’bah sambil menyaksikan pasukannya membantai jamaah haji berkata, ”Saya adalah Allah. Saya bersama Allah. Sayalah yang menciptakan makhluk. Dan Sayalah yang membinasakan mereka”.
Massa yang kacau balau berlarian ke sana-kemari,. Sebagian berpegang di kelambu ka’bah, namun mereka tetap mendapat sabetan pedang dari pasukan Abu Thahir. Begitu pula orang-orang thawaf dan termasuk para ahli hadits. Usai pembantaian, mayat-mayat yang bergelimpangan di seret dan dibenamkan di sumur zam-zam. Setelah itu Abu Thahir memerintahkan pasukannya mencongkel hajar aswad. Dengan sesumbar Abu Thahir berkata, “Mana burung abaabil? Mana bebatuan dari nereka Sijjil?”
Berbagai upaya yang dilakukan untuk mengembalikan hajar namun gagal. Kaum Qaraamithah berkata,”Kami mengambilnya dengan perintah dan kami mejuga akan mengembalikannya dengan perintah”.
Akhirnya pada tahun 339 H. atas satu tunggangan saja hajar aswad kembali sampai di Makah pada bulan Dzulqa’dah 339 H. padahal saat ia diambil paksa orang-orang qaramithah harus mengangkutnya dengan beberapa ekor onta bahkan punuk-punuk onta itu bernanah.
Sekali lagi, ini salah satu penhkhianatan orang Syi’ah terhadap Islam dan kaum Muslimin
Pada masa Shafawiyah inilah lahir ulama-ulama beken Syi’ah yang banyak melahirkan karya-karya ‘ilmiyah’ berisi penghujatan terhadap Islam. Di antaranya yang terkenal Muhammad al-Majlisi yang menulis kitab al-Bihar wal Anwar . Buku ini terdiri dari 23 jilid ang berisi hadits-hadits palsu, kisah-kisah fiktif yang disandarkan pada imam-imam Syi’ah (Bersambung) -Al Balagh-
IJABI (Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia) sebuah organisasi yang menyandarkan dirinya pada Ahli Bait (keluarga) Rasulullah SAW, akan menggelar muktamar. Hajatan besar jamaah Syi’ah ini mengusung tema berbunga-bunga; Muliakan Peradaban Bangsa dengan Mazhab Akhlak dan Cinta. Sampai sejauh mana kebenaran slogan ini dan siapa sebenarnya Ahlul Bait Rasulullah? Al-Balagh edisi kali ini mencoba menyorotnya dari sisi lain. Selamat mengikuti!
Siapa Ahlul Bait?
Ahli Bait Rasulullah adalah kerabat keluarga Rasulullah yang beriman. Mereka adalah keluarga Ali, keluarga Aqil, keluarga Ja’far, keluarga Abbas dan mereka yang diharamkan menerima sedekah. Ahli Bait Rasulullah termasuk istri-istri beliau yang ditetapkan oleh nash al-Qur’an (al-Ahzab:22-23). Mereka adalah Khadijah bintu Khuwailid, A’isyah bintu Abi Bakr, Hafshah bintu Umar bin al-Khatthab, Ummu Habibah bintu Abi Sufyan, Ummu Salamah bintu Abi Umayyah bin Mughirah, Saudah bintu Zam’ah bin Qais, Zainab bintu Jahsy, Maimunah bintu al-Harits, Juwairiyah bintu al-Harits bin Abi Dhirar dan Shafiyyah bintu Huyay.
Ahlussunnah meyakini kesucian mereka karena Allah sendiri yang menyatakan hal itu. Mereka semua adalah istri Rasulullah di dunia dan akhirat. Ahlussunnah juga meyakini bahwa yang paling mulia di atara mereka adalah Khadijah bintu Khuwailid dan Aisyah bintu Abi Bakr. Aisyah sendiri yang dituding dengan tuduhan keji oleh orang-orang munafik telah disucikan oleh Allah dalam al-Qur’an (al-Nur:23). Karena itu, siapa yang mencela keduanya atau menuduhnya dengan tuduhan keji maka sungguh ia telah kafir.
Lalu bagaimana dengan kaum Syi’ah? Kaum Syi’ah sendiri melaknat dua istri Rasulullah SAW, Aisyah dan Hafshah. Dalam kumpulan Do’a Kumail disebutkan, “… Ya Allah laknatlah dua berhala Quraisy (Abu Bakr dan Umar), dua thaghut dan jibtnya, dua pendusta dan pembohongnya, dan kedua anak perempuannya (Aisyah dan Hafshah) karena mereka telah mengingkari perintahMu, mendustakan wahyuMu, tidak mensyukuri nikmatMu, bermaksiat pada RasulMu…” .
Perhatikan potongan doa yang dicetak tebal, mereka (orang Syi’ah) ternyata membenarkan tuduhan orang-orang munafik bahwa Aisyah mengkhianati Rasulullah dalam peristiwa haditsul ifk (kisah fitnah). Mereka menuduh bahwa ‘Aisyah telah berzina padahal Allah sendiri telah mensucikan beliau dari tuduhan dusta itu (al-Ahzab:33). Dengan demikian, siapa yang menuduh salah seorang istri Rasulullah telah berbuat keji maka ia telah kafir. Meski yang dituduh bukan Aisyah
Maka sekali lagi perhatikanlah beginikah orang-orang yang menyandarkan diri pada Ahlul Bait mulutnya penuh kekotoran dengan mencaci dua istri Rasulullh SAW.
Benarkan Mereka Penganut Mazhab Cinta?
Mari kita uji pengakuan ini dengan aqidah dan sepak terjang mereka sepanjang sejarah
Aqidah Syi’ah berpijak di atas pencacian, pencelaan dan pengkafiran terhadap para shahabat Rasulullah. al-Kulaini mengungkapkan dalam Furu’ul Kaafi yang diriwayatkan dari Ja’far -rahimahullah- (yang kami tidak yakin kebenaran penisbatannya, red), “Semua shahabat sepeninggal Rasulullah murtad kecuali tiga orang”, lalu saya bertanya kepadanya, “siapakah ketiga shabat itu?”. Ia menjawab, ”al-Miqdad bin al-Aswad, AbuDzar al-Ghifari, dan Salman al-Farisi.
Al-Majlisi menyebutkan dalam kitabnya Haqqul Yaqin bahwa Ali bin Husain -rahimahullah- (Maha Suci Allah atas kedustaan ini, red) berkata pada hamba sahayanya, “Bagiku atas kamu hak pelayanan ceritakan padaku tentang Abu Bakr dan Umar? Maka ia menjawab, ”Mereka berdua adalah kafir dan mereka yang cinta kepadanya juga kafir”.
Ketika menafsirkan firman Allah, wa yanhaa ‘anil fahsyaa’i wal munkar wal baghy”. (an-Nahl:90). Penafsir al-Qummy (ahli tafsir Syi’ah) menafsirkan, “ al-fahsyaa’ adalah Abu Bakr, al-munkar adalah Umar dan al-Baghy adalah Utsman”.
Pada tanggal 10 Muharram, mereka membawa anjing yang diberi nama Umar, lalu mereka membawanya ramai-ramai lalu memukulnya dengan tongkat dan melemparinya dengan batu sampai mati. Setelah itu mereka mendatangkan kambing betina yang diberi nama Aisyah, lalu mereka mencabuti bulu-bulunya dan memukulnya dengan sepatu sampai mati.
Di waktu yang lain, mereka berpesta dalam rangka merayakan hari kematian Umar bin al-Khatthab dan memberi penghargaan kepada pembunuhnya, Abu Lu’lu’ah al-Majusi sebagai seorang pahlawan agama.
Wahai kaum Muslimin… inilah aqidah mereka tentang shahabat Rasulullah yang penuh dengan kebencian dan caci maki. Inikah Mazhab cinta? Cinta apa yang bisa disebarkan oleh orang-orang yang yang lisannya berlumuran kotoran cacian dan laknat kepada sekumpulan manusia terbaik yang diridhai oleh Allah?
Allah berfirman,”Orang-orang terdahuliu pertama masuk Islam at-taubah 100
Sejarah Syi’ah adalah Sejarah Pengkhianatan
Jika kita bicara tentang cinta, maka kesetiaan adalah anak kandungnya. Begitu juga ketika kita bicara tentang akhlak, saling melindungi adalah buah dari pekerti yang terpuji. Lalu jika orang syi’ah tiba-tiba berbicara tentang cinta, cinta apa yang mereka maksud? Akhlak macam apa yang mereka akan usung jika sejarah mereka adalah sejarah kelicikan terhadap kaum muslimin
Selanjutnya mari kita lihat sejarah bagaimana orang-orang Syiah ini mengkhianati kaum Muslimin. Ketika Hulagu menyerbu Baghdad pada tahun 656 H, untuk menaklukkan, menghancurkan dan mengakhiri Daulah Abbasiyyah maka orang-orang Syi’ah yang ada di al-Hullah dan dua masyhad semuanya selamat berkat terkabulnya permintaan ulama Syi’ah yang diajukan kepada Hulagu agar keamanan mereka dijamin.
‘Allamah Muhammad Husain al-Mudhaffari salah seorang ulama Syi’ah mengukuhkan kaitan Nashiruddin at-Thusi yang Syi’ah saat ia menjadi penasehat Hulagu tak lama sebelum raja Mongol itu menyerbu Baghdad.
Keruntuhan Baghdad yang berarti berakhirnya Dinasti Abbasiyyah, juga melibatkan Muhammad bin Ahmad al-Alqami. Ia adalah salah seorang menteri di era al-Mu’tashim khalifah terakhir daulah Abbasiyyah. Menteri Syi’ah ini berkhianat pada negara dan memberikan banyak informasi rahasia pada Mongol bahkan dia pulalah yang memberi semangat menyerbu Baghdad dan meruntuhkan Daulah Abbasiyyah yang Sunni itu.
Kedua tokoh Syi’ah di atas ketika Baghdad banjir darah, khalifah, para ulama dan rakyat bergelimpangan justru Nashiruddin at-Thusi diangkat menjadi Menteri Wakaf dan dibuatkan observatorium di Maraghah dan al-Alqami bebas menghirup udara segar.
Pada era awal Dinasti Shafawiyah (907 H) kawasan Iran belum seluruhnya menjadi Syi’ah, kecuali beberapa kota seperti Qum, Qasyan dan Naisabur. Nanti setelah Syah Ismail bertahta baru kemudian diumumkan dekrit Syi’ah ke seluruh penjuru Iran sebagai mazhab resmi negara mullah itu. Orang ini memang sangat fanatik dengan mazhab Syi’ah sehingga ia menyebarkan mazhab ini ke seluruh penjuru Iran dengan melakukan terror dan ancaman bunuh bagi mereka yang tidak mau memeluk mazhab batil ini.
Ada satu peristiwa yang menggelikan, yaitu ketika penduduk Isfahan yang menganut paham Khawarij menerima ultimatum dari para pasukan Syah Ismail agar mereka memeluk Syi’ah atau jika menolak maka hukuman pancung menanti mereka. Lalu penduduk Isfahan meminta waktu selama 40 hari. Tapi waktu yang lama ini bukan digunakan untuk berpikir dan menimbang, justru mereka akan menggunakan rentang waktu itu dipakai untuk melampiaskan kutukan sepuas-puasnya kepada Ali bin Abi Thalib. Padahal bagi orang syi’ah Ali sangat dikultuskan bahkan banyak sekte-sekte Syi’ah lainnya sudah sampai menuhankan shahabat yang mulia ini. Lucunya Syah Ismail mengabulkan permintaan ini.
Kisah teror penyebaran Syi’ah juga dialami wilayah Tabriz. Waktu itu Syah Ismail ingin memaksa penduduknya agar pindah mazhab Syi’ah, ia dingatkan oleh penasehatnya agar ia tidak melakukan pemaksaan karena dua pertiga penduduknya adalah sunni, Syah dengan enteng ia berkata, “Saya dapat mandat untuk melakukan ini. Dan sungguh Allah dan Imam-imam yang ma’shum bersamaku dalam hal ini. Aku tak takut pada siapapun, jika kutemukan orang yang menentangku, maka akan kupenggal lehernya!”
Inikah akhlak dan cinta…? Kalau cinta itu ada, ditujukan pada siapa? Kepada para orang-orang zindiq?
Pada masa Syah ini pulalah dinasti Shafawiyyah telah menjalin hubungan keamanan dan ekonomi dengan Eropa untuk menghadapi musuh bersama yaitu Daulah Utsmaniyah. Pada masa itu mereka merancang nota kesepahaman yang salah satu bunyinya adalah dinasti Syi’ah ini tidak akan menuntut Portugal agar mengembalikan pulau Hurmuz yang dirampas tapi sebagai konpensasinya seluruh kekuatan Eropa akan membantu Syah Ismail melawan Turki Utsmani.
Kerja sama serupa juga dilakukan oleh penerus Syah Ismail yaitu Syah Abbas. Bahkan Syah ini lebih gencar lagi. Syah ini bahkan menghubungi Paus Paulus V dan memintanya agar mengompori raja-raja Nasrani di Eropa guna bersatupadu memusnahkan Khilafah Utsmaniyah. Ibarat berbalas pantun sang Paus mengucapkan selamat kepada Syah atas keberhasilannya menghadapi orang-orang Uzbek yang sunni sambil terus menyemangatinya untuk menyerang Khilafah Utsmaniyah. Pada kesempatan itu Paus menegaskan kesediannya menggunaan pengaruhnya untuk mendorong raja-raja Eropa untuk memerangi khilafah…!
Wahai yang punya nurani… inikah akhlak? Inikah cinta?
Jadi sebagai kata simpul, kalau ada sekelompok orang yang berfaham Syi’ah, tiba-tiba dalam muktamarnya mengangkat tema akhlak dan cinta, maka patut kita bertanya-tanya akhlak dan cinta model bagaimana yang akan mereka sebarkan di tengah-tengat umat Islam Indonesia yang sunni? Bisakah berpadu antara cinta kepada keluarga Rasulullah tapi di sisi yang lain kusumat dan dendam membara dilontarkan melalui lisan-lisan mereka yang kotor terhadap sahabat Rasulullah terutama Abu Bakar Umar bin Khattab dan Utsman bin Affan?
Hajar Aswad pun Mereka Curi
Pernahkah terlintas dalam benak Anda bahwa pernah kaum muslimin berhaji selama 20 tahun tanpa hajar aswad di ka’bah? Kapan dan Bagaimana peristiwa ini terjadi?
Kisahnya, pada musim haji tahun 317 H serombongan haji dari Iraq yang dipimpin oleh Manshur ad-Dailami menunaikan ibadah haji. Namun, entah kenapa tiba-tiba pada hari Tarwiyah (8 Dzulhijjah) orang-orang Qaramaithah (salah satu sekte Syi’ah) membuat keonaran di tanah haram dengan merampok harta jamaah haji. Akibatnya banyak jamaah yang meninggal dunia meski berada dekat ka’bah.
Pada saat itu, pemimpin orang-orang Qaramithah Abu Thahir berdiri depan pintu ka’bah sambil menyaksikan pasukannya membantai jamaah haji berkata, ”Saya adalah Allah. Saya bersama Allah. Sayalah yang menciptakan makhluk. Dan Sayalah yang membinasakan mereka”.
Massa yang kacau balau berlarian ke sana-kemari,. Sebagian berpegang di kelambu ka’bah, namun mereka tetap mendapat sabetan pedang dari pasukan Abu Thahir. Begitu pula orang-orang thawaf dan termasuk para ahli hadits. Usai pembantaian, mayat-mayat yang bergelimpangan di seret dan dibenamkan di sumur zam-zam. Setelah itu Abu Thahir memerintahkan pasukannya mencongkel hajar aswad. Dengan sesumbar Abu Thahir berkata, “Mana burung abaabil? Mana bebatuan dari nereka Sijjil?”
Berbagai upaya yang dilakukan untuk mengembalikan hajar namun gagal. Kaum Qaraamithah berkata,”Kami mengambilnya dengan perintah dan kami mejuga akan mengembalikannya dengan perintah”.
Akhirnya pada tahun 339 H. atas satu tunggangan saja hajar aswad kembali sampai di Makah pada bulan Dzulqa’dah 339 H. padahal saat ia diambil paksa orang-orang qaramithah harus mengangkutnya dengan beberapa ekor onta bahkan punuk-punuk onta itu bernanah.
Sekali lagi, ini salah satu penhkhianatan orang Syi’ah terhadap Islam dan kaum Muslimin
Pada masa Shafawiyah inilah lahir ulama-ulama beken Syi’ah yang banyak melahirkan karya-karya ‘ilmiyah’ berisi penghujatan terhadap Islam. Di antaranya yang terkenal Muhammad al-Majlisi yang menulis kitab al-Bihar wal Anwar . Buku ini terdiri dari 23 jilid ang berisi hadits-hadits palsu, kisah-kisah fiktif yang disandarkan pada imam-imam Syi’ah (Bersambung) -Al Balagh-
Imam Syafi'i dan Cinta Ahlul-Bait
Imam Syafi'i dan Cinta Ahlul-Bait
Sungguh memukau cinta Romeo dan Juliet. Sungguh indah bila kisah cinta itu terus dikenang sepanjang zaman, dan terus diresapi sepanjang laut masih berkapal. Namun, sesaatku merenung, cinta yang banyak meneteskan air mata itu tak sedahsyat cinta mati-nya Imam Syafi'i kepada Ahlul-Bait. Cinta buta sang imam itu telah membuat air mata hatinya semakin deras bercucuran, dan tak henti-hentinya membisikkan "Ooohhh" dalam sanubarinya. Cinta penuh misteri itu telah menjadi warisan misterius dari generasi ke generasi. Ia tak dapat dicari bahkan tak mudah dimengerti. Ia hanyalah anugerah termahal bagi mereka yang benar-benar berhati. Tidak dapat dibayangkan, cinta itu mampu menembus seluruh langit sampai ke titik final. Karunia cinta itu mampu menyatukan masa depan dan masa silam dalam satu waktu yang tak lagi mengenal zaman. Limpahan cinta itu laksana musim semi yang menerangi hati. Ia tak lekang oleh panas dan tak lapuh oleh terpaan angin hujan.
Tiada harapan yang terdetak dari sosok Imam Syafi'i melainkan Ahlul-Bait. Harapan tak berujung itu senantiasa bersenandung dan mengibarkan sayapnya, terbang menuju angkasa bersama bintang-bintang yang semakin menyipratkan sinarannya, seraya mengumandangkan "Ooohhh... Ooohhh". Ia tak tahu kata apa yang pantas untuk mengekspresikan rasa yang ada, rasa yang semakin menyala-nyala, rasa yang tak kenal sebabnya, rasa yang dipercikkan oleh tinta beningnya, dan rasa yang terungkap oleh segenggam kebisuannya. Apakah cinta itu suci dan sejati? ataukah hampa dan sekedar ilusi? Setertutup itukah kau, Imam Syafi'i?!
Ketergila-gilaan Imam Syafi'i terhadap Ahlul-Bait telah menjerumuskan sekelompok orang kedalam lubang penyesatan. Tanpa perasaan sedikitpun, kelompok itu menyesatkan (menuduh sesat) Imam Syafi'i dan menggolongkannya dalam komunitas Rafidlah. Sekali lagi, Imam Syafi'i terlanjur gila kepada Ahlul-Bait. Ia hanya merespon mereka dengan sahutan halus namun begitu kencang: "Bila cinta Ahlul-Bait dinilai Rafidhah, maka bersaksilah hai segenap manusia dan jin, bahwa aku bersedia dikatakan Rafidhah !!!". Ia tak perduli nama ataupun merek, karena ia sebatas ingin bercinta dan bercinta.
Di waktu lain, Imam Syafi'i masih saja dianggap berlebihan mencintai Ahlul-Bait. Ia dituduh melakukan sekaligus meneladankan bid'ah. Namun lagi-lagi, ia terlanjur jatuh dan terjatuh, jatuh cinta kepada Ahlul-Bait. Imam Syafi'i justru membalas: "Bila cinta Ahlul-Bait dinilai bid'ah, maka cukuplah bid'ah itu sebagai bekalku seumur hidup !!!". Di waktu lain pun ia masih bertahan dan bersaksi: "Bila cinta Ahlul-Bait dinilai dosa, maka aku tidak akan pernah bertobat dari dosa itu !!!". Penulis semakin menganga dan terheran-heran, kiranya pembaca pun demikian. Ada apa dengan cinta Ahlul-Bait?!
Tanda tanya itupun terjawab oleh imam yang sama, imam yang semakin tergila-gila oleh keluarga Baginda. Imam Syafi'i -dengan hati melayang- melantunkan pernyataan sekaligus seruannya: "Hai Ahlul-Bait, mencintaimu adalah kewajiban umat. Itulah ketetapan Allah dalam al-Qur'an-Nya. Cukuplah sebagai tanda keagunganmu; tidak akan pernah diterima sholat seseorang yang enggan berselawat kepadamu !!".
Terlepas dari identitas dan biografi Imam Syafi'i -yang sudah tidak asing lagi di hati-, Ahlul-Bait adalah perahu keselamatan umat. Cinta Ahlul-Bait adalah agama Islam sepenuhnya. Cinta Ahlul-Bait adalah kunci rahmah dan barokah Allah. Cinta Ahlul-Bait adalah segala-galanya! al-Qur'an dan al-Sunnah pun telah dipenuhi pelbagai himbauan dan seruan kepada cinta Ahlul-Bait, tiada lain karena cinta Ahlul-Bait mengandung rahasia dan satu-satunya khasiat yang luar biasa, namun hanya sanggup dirasa oleh sang pecandunya; pecandu yang kenal siapa Ahlul-Bait sebenarnya, pecandu yang cintanya natural tanpa direkayasa, pecandu yang membuktikan cintanya dengan ketaatan yang nyata, pecandu yang mengekspresikan cintanya dengan segala macam cara, pecandu yang beraqidah benar dan tidak melampaui batas-batasnya.
Akhirnya, tiada kata seindah doa. Ya Allah... karuniailah kami cinta Ahlul-Bait... Amien!
Sungguh memukau cinta Romeo dan Juliet. Sungguh indah bila kisah cinta itu terus dikenang sepanjang zaman, dan terus diresapi sepanjang laut masih berkapal. Namun, sesaatku merenung, cinta yang banyak meneteskan air mata itu tak sedahsyat cinta mati-nya Imam Syafi'i kepada Ahlul-Bait. Cinta buta sang imam itu telah membuat air mata hatinya semakin deras bercucuran, dan tak henti-hentinya membisikkan "Ooohhh" dalam sanubarinya. Cinta penuh misteri itu telah menjadi warisan misterius dari generasi ke generasi. Ia tak dapat dicari bahkan tak mudah dimengerti. Ia hanyalah anugerah termahal bagi mereka yang benar-benar berhati. Tidak dapat dibayangkan, cinta itu mampu menembus seluruh langit sampai ke titik final. Karunia cinta itu mampu menyatukan masa depan dan masa silam dalam satu waktu yang tak lagi mengenal zaman. Limpahan cinta itu laksana musim semi yang menerangi hati. Ia tak lekang oleh panas dan tak lapuh oleh terpaan angin hujan.
Tiada harapan yang terdetak dari sosok Imam Syafi'i melainkan Ahlul-Bait. Harapan tak berujung itu senantiasa bersenandung dan mengibarkan sayapnya, terbang menuju angkasa bersama bintang-bintang yang semakin menyipratkan sinarannya, seraya mengumandangkan "Ooohhh... Ooohhh". Ia tak tahu kata apa yang pantas untuk mengekspresikan rasa yang ada, rasa yang semakin menyala-nyala, rasa yang tak kenal sebabnya, rasa yang dipercikkan oleh tinta beningnya, dan rasa yang terungkap oleh segenggam kebisuannya. Apakah cinta itu suci dan sejati? ataukah hampa dan sekedar ilusi? Setertutup itukah kau, Imam Syafi'i?!
Ketergila-gilaan Imam Syafi'i terhadap Ahlul-Bait telah menjerumuskan sekelompok orang kedalam lubang penyesatan. Tanpa perasaan sedikitpun, kelompok itu menyesatkan (menuduh sesat) Imam Syafi'i dan menggolongkannya dalam komunitas Rafidlah. Sekali lagi, Imam Syafi'i terlanjur gila kepada Ahlul-Bait. Ia hanya merespon mereka dengan sahutan halus namun begitu kencang: "Bila cinta Ahlul-Bait dinilai Rafidhah, maka bersaksilah hai segenap manusia dan jin, bahwa aku bersedia dikatakan Rafidhah !!!". Ia tak perduli nama ataupun merek, karena ia sebatas ingin bercinta dan bercinta.
Di waktu lain, Imam Syafi'i masih saja dianggap berlebihan mencintai Ahlul-Bait. Ia dituduh melakukan sekaligus meneladankan bid'ah. Namun lagi-lagi, ia terlanjur jatuh dan terjatuh, jatuh cinta kepada Ahlul-Bait. Imam Syafi'i justru membalas: "Bila cinta Ahlul-Bait dinilai bid'ah, maka cukuplah bid'ah itu sebagai bekalku seumur hidup !!!". Di waktu lain pun ia masih bertahan dan bersaksi: "Bila cinta Ahlul-Bait dinilai dosa, maka aku tidak akan pernah bertobat dari dosa itu !!!". Penulis semakin menganga dan terheran-heran, kiranya pembaca pun demikian. Ada apa dengan cinta Ahlul-Bait?!
Tanda tanya itupun terjawab oleh imam yang sama, imam yang semakin tergila-gila oleh keluarga Baginda. Imam Syafi'i -dengan hati melayang- melantunkan pernyataan sekaligus seruannya: "Hai Ahlul-Bait, mencintaimu adalah kewajiban umat. Itulah ketetapan Allah dalam al-Qur'an-Nya. Cukuplah sebagai tanda keagunganmu; tidak akan pernah diterima sholat seseorang yang enggan berselawat kepadamu !!".
Terlepas dari identitas dan biografi Imam Syafi'i -yang sudah tidak asing lagi di hati-, Ahlul-Bait adalah perahu keselamatan umat. Cinta Ahlul-Bait adalah agama Islam sepenuhnya. Cinta Ahlul-Bait adalah kunci rahmah dan barokah Allah. Cinta Ahlul-Bait adalah segala-galanya! al-Qur'an dan al-Sunnah pun telah dipenuhi pelbagai himbauan dan seruan kepada cinta Ahlul-Bait, tiada lain karena cinta Ahlul-Bait mengandung rahasia dan satu-satunya khasiat yang luar biasa, namun hanya sanggup dirasa oleh sang pecandunya; pecandu yang kenal siapa Ahlul-Bait sebenarnya, pecandu yang cintanya natural tanpa direkayasa, pecandu yang membuktikan cintanya dengan ketaatan yang nyata, pecandu yang mengekspresikan cintanya dengan segala macam cara, pecandu yang beraqidah benar dan tidak melampaui batas-batasnya.
Akhirnya, tiada kata seindah doa. Ya Allah... karuniailah kami cinta Ahlul-Bait... Amien!
Apa Mazhab Ahlul Bait
Apa yang dimaksud dengan Madzhab Ahlul Bait ?
Madzhab Ahlul Bait adalah nama samaran dari sekian banyak aliran-aliran Syiah. Dimana setiap aliran Syiah mengklaim alirannya sebagai Madzhab Ahlul Bait.
Sebagai contoh, aliran Syiah Zaidiyah mengaku sebagai Madzhab Ahlul Bait. Begitu pula aliran Syiah Ismailiyah, mereka juga mengaku sebagai Madzhab Ahlul Bait. Bahkan aliran Syiah yang paling sesat saat ini, yaitu aliran Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah) juga berani mengaku sebagai Madzhab Ahlul Bait.
Penyebab mereka sampai berani menyebut alirannya sebagai Madzhab Ahlul Bait, dikarenakan saat ini masyarakat dunia Islam sudah mengetahui bahwa aliran-aliran Syiah tersebut sesat dan menyesatkan dan ajarannya sangat menyimpang dari ajaran Rasulullah SAW. dan ajaran Ahlul Bait.
Karena itu dalam usahanya menipu dan menyesatkan umat Islam, mereka menggunakan nama samaran sebagai Madzhab Ahlul Bait. Dan ternyata usaha mereka tersebut berhasil, sehingga ada dari umat Islam yang tertipu dan akhirnya terjerumus masuk Syiah.
Oleh karena aliran-aliran Syiah yang mengaku sebagai Madzhab Ahlul Bait tersebut berbeda rukun imannya, maka mereka saling mengkafirkan, Syiah yang satu mengkafirkan Syiah yang lain.
Jika aliran-aliran Syiah yang saling mengkafirkan itu benar-benar sebagai Madzhab Ahlul Bait, berarti hal itu menggambarkan bahwa pendiri madzhab-madzhab tersebut saling mengkafirkan, maka pertanyaan yang timbul adalah; mungkinkah Ahlul Bait yang telah disucikan sesuci-sucinya oleh Allah itu saling mengkafirkan ?.
Jawabnya, pasti tidak mungkin, dan itu hanyalah rekayasa dan tipu daya tokoh-tokoh Syiah yang tidak memikirkan akibatnya.
Dengan demikian yang namanya Madzhab Ahlul Bait itu tidak ada, yang ada adalah Madzhabnya Ahlul Bait, bukan Madzhab Ahlul Bait tapi madzhabnya Ahlul Bait atau akidah-nya Ahlul Bait. Yaitu akidah yang sekarang dikenal dengan nama akidah Ahlus Sunnah Waljamaah. Satu akidah yang berpegang kepada apa-apa yang diyakini
dan dikerjakan oleh Rasulullah SAW, Ahlul Bait dan para sahabatnya.
Jika yang namanya Madzhab Ahlul Bait itu ada dan benar, pasti yang mengikuti madzhab tersebut adalah keturunan Ahlul Bait, yaitu para habaib bukan orang-orang ajam dari Iran.
Tapi kenyataannya para habaib hampir semuanya mengikuti akidah Ahlus Sunnah Waljamaah. Mereka mengikuti akidah itu secara sambung menyambung sampai kedatuk mereka baginda Rasulullah SAW.
Hal ini dapat dibaca dalam kitab Iqdul Yawaqid Aljauhariyyah, karya Al-Allamah al-Habib Edrus bin Umar Al-Habsyi, dan dapat dibaca dalam puluhan, bahkan ratusan kitab-kitab yang ditulis oleh para habaib dzurriyaturrasul.
Jadi yang benar, akidahnya golongan Ahlus Sunnah Waljamaah adalah akidahnya Ahlul Bait atau madzhabnya Ahlul Bait yang sampai sekarang diikuti oleh keturunan Ahlul Bait atau para habaib Al-Alawiyin dzurriyaturrasul.
Apabila dari sekian juta habaib itu ada dua, tiga orang yang menyimpang (syad), maka orang-orang tersebut tidak tergolong sebagai tokoh habaib yang menjadi panutan. Tapi mereka adalah korban-korban yang rusak akidahnya akibat membaca buku-buku yang ditulis oleh orang-orang orientalis dan Zionis Yahudi.
Demikian sedikit mengenai Madzhab Ahlul Bait dan madzhabnya Ahlul Bait. Semoga kita diselamatkan oleh Allah dari tipu daya tokoh-tokoh Syiah yang sering mengaku sebagai pengikut Madzhab Ahlul Bait.
Madzhab Ahlul Bait adalah nama samaran dari sekian banyak aliran-aliran Syiah. Dimana setiap aliran Syiah mengklaim alirannya sebagai Madzhab Ahlul Bait.
Sebagai contoh, aliran Syiah Zaidiyah mengaku sebagai Madzhab Ahlul Bait. Begitu pula aliran Syiah Ismailiyah, mereka juga mengaku sebagai Madzhab Ahlul Bait. Bahkan aliran Syiah yang paling sesat saat ini, yaitu aliran Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah) juga berani mengaku sebagai Madzhab Ahlul Bait.
Penyebab mereka sampai berani menyebut alirannya sebagai Madzhab Ahlul Bait, dikarenakan saat ini masyarakat dunia Islam sudah mengetahui bahwa aliran-aliran Syiah tersebut sesat dan menyesatkan dan ajarannya sangat menyimpang dari ajaran Rasulullah SAW. dan ajaran Ahlul Bait.
Karena itu dalam usahanya menipu dan menyesatkan umat Islam, mereka menggunakan nama samaran sebagai Madzhab Ahlul Bait. Dan ternyata usaha mereka tersebut berhasil, sehingga ada dari umat Islam yang tertipu dan akhirnya terjerumus masuk Syiah.
Oleh karena aliran-aliran Syiah yang mengaku sebagai Madzhab Ahlul Bait tersebut berbeda rukun imannya, maka mereka saling mengkafirkan, Syiah yang satu mengkafirkan Syiah yang lain.
Jika aliran-aliran Syiah yang saling mengkafirkan itu benar-benar sebagai Madzhab Ahlul Bait, berarti hal itu menggambarkan bahwa pendiri madzhab-madzhab tersebut saling mengkafirkan, maka pertanyaan yang timbul adalah; mungkinkah Ahlul Bait yang telah disucikan sesuci-sucinya oleh Allah itu saling mengkafirkan ?.
Jawabnya, pasti tidak mungkin, dan itu hanyalah rekayasa dan tipu daya tokoh-tokoh Syiah yang tidak memikirkan akibatnya.
Dengan demikian yang namanya Madzhab Ahlul Bait itu tidak ada, yang ada adalah Madzhabnya Ahlul Bait, bukan Madzhab Ahlul Bait tapi madzhabnya Ahlul Bait atau akidah-nya Ahlul Bait. Yaitu akidah yang sekarang dikenal dengan nama akidah Ahlus Sunnah Waljamaah. Satu akidah yang berpegang kepada apa-apa yang diyakini
dan dikerjakan oleh Rasulullah SAW, Ahlul Bait dan para sahabatnya.
Jika yang namanya Madzhab Ahlul Bait itu ada dan benar, pasti yang mengikuti madzhab tersebut adalah keturunan Ahlul Bait, yaitu para habaib bukan orang-orang ajam dari Iran.
Tapi kenyataannya para habaib hampir semuanya mengikuti akidah Ahlus Sunnah Waljamaah. Mereka mengikuti akidah itu secara sambung menyambung sampai kedatuk mereka baginda Rasulullah SAW.
Hal ini dapat dibaca dalam kitab Iqdul Yawaqid Aljauhariyyah, karya Al-Allamah al-Habib Edrus bin Umar Al-Habsyi, dan dapat dibaca dalam puluhan, bahkan ratusan kitab-kitab yang ditulis oleh para habaib dzurriyaturrasul.
Jadi yang benar, akidahnya golongan Ahlus Sunnah Waljamaah adalah akidahnya Ahlul Bait atau madzhabnya Ahlul Bait yang sampai sekarang diikuti oleh keturunan Ahlul Bait atau para habaib Al-Alawiyin dzurriyaturrasul.
Apabila dari sekian juta habaib itu ada dua, tiga orang yang menyimpang (syad), maka orang-orang tersebut tidak tergolong sebagai tokoh habaib yang menjadi panutan. Tapi mereka adalah korban-korban yang rusak akidahnya akibat membaca buku-buku yang ditulis oleh orang-orang orientalis dan Zionis Yahudi.
Demikian sedikit mengenai Madzhab Ahlul Bait dan madzhabnya Ahlul Bait. Semoga kita diselamatkan oleh Allah dari tipu daya tokoh-tokoh Syiah yang sering mengaku sebagai pengikut Madzhab Ahlul Bait.
Keutamaan bulan Rajab
oleh Muhammad Alhinduan pada 03 Juni 2011 jam 12:28
Sesungguh nya bulan rajab adalah bulan yang agung,beribadah di bulan ini pahala yang besar khusus nya berpuasa&memperbanyak istighfar dari segala dosa&awal malam nya doa mustajab,sebagai mana Rasulullah saw bersabda:Lima malam yang tidak ditolak doa:awal malam bulan rajab,dan malam nisfu sya'ban,dan malam jum'at,dan malam idul fitri,dan malam idul adha.pada malam 27 rajab Allah menggisra'kan dan mi'rajkan nabi kita saydina Muhammad saw sebagai mana yg sudah temasyhur.“Bersabda Rasulullah SAW : “ Sesungguhnya di surga ada sungai yang disebut dengan rajab (isinya) lebih putih dari pada susu, dan lebih manis dari pada madu. Barangsiapa yang berpuasa sunnah satu hari pada bulan Rajab akan diberi minum oleh Allah dari sungai tersebut.(HR:Imam Baihaqi). Adapun puasa sunnah pada bula Rajab banyak hadits-hadits Rasulullah SAW yang menganjurkan untuk melakukannya karena mempunyai nilai pahala ganda. Diriwayatkan oleh Tsauban bahwa ia pada suatu ketika berjalan bersama Rasul saw melewati suatu kuburan di mana Rasulullah saw berhenti sejenak dan menagis ter-sedu2. ” Kenapa enkau menangis ya Rasulullah?” tanya Tsauban, lalu Rasulullah bersabda : “Aku berdoa untuk mereka yang sedang disiksa kuburnya maka diringankanlah siksanya oleh Allah. Coba mereka berpuasa satu hari dan tidak tidur satu malam dalam bulan Rajab, mereka tidak akan disiksa dalam kuburnya.
Dan bulan Rajab adalah bulan taubah. Dari Abi Hurairah berkata ; Rasulullah Salallahu ‘Alaihi wassalama bersabda ; “ Barang siapa puasa pada tanggal 27 Rajab Allah mencatatnya sebagaimana orang puasa 60 bulan.”Dan ada awal hari bulan Rajab malaikat jibril turun kepada Nabi dengan risalah untuk isra’ bersama Nabi. Nabi bersabda “Ingat bulan Rajab adalah bulannya Allah, barang siapa puasa sehari dibulan Rajab dengan iman dan keikhlasan, maka akan mendapatkan keridhoan-Nya.”(Al-Hadits). seorang ulama’ ahli hadits Al-Imam Muhammad bin Abdullah Al Jardani Rohimahullah menerangkan dalam kitab hadits Misbahud-dholam bahwa : “Diterangkan dalam kitab-kitab
Allah yang terdahulu, orang yang membaca : رب إغفرلي وارحمني وتب علي Dibaca 70 x setiap ba’da isya’ atau waktu pagi dan sore bulan Rajab,. “maka orang tersebut terhindar dari siksaan api neraka (dosa-dosanya diampuni oleh Allah)” Dan barang siapa membaca 35x:أحمد رسول الله محمد رسول الله .
Dibaca diantara dua khutbah hari Jum’at Akhir bulan Rojab, maka
dimudahkan rizqinya dan dicukupi segala kebutuhanya (Qaul Ulama’).Sebagian sumber tulisan ini dari kitab:Mukasyafatul Qulub oleh Imam Abu Hamid bin Muhammad Al-Ghozali RahimuAllahu Ta'ala.
MENJAGA HATI RASULULLAH..
MENJAGA HATI RASULULLAH..
oleh Seif Jamalullail pada 05 Maret 2011 jam 13:19
Sekadar berkongsi...
sy masih ingat seorang ustaz berceramah...kira2 begini cemah beliau :
"Ketika rasulullah di miqraj kan....melawat neraka, bertanya rasulullah kpd jiril "Wahai Jibril, pintu neraka iniuntuk siapa?"....jibril diam...
"Wahai Jibril, pintu neraka iniuntuk siapa?"....jibril diam lagi...
"Wahai Jibril, pintu neraka ini untuk siapa?"....setelah 3X di suguh dgn pertanyaan....jibril menjawab dgn lemah dan berwaspada...
"Itu adalah pintu neraka untuk ummatmu yg tidak sempat bertaubat ketika matinya"
setelah mendengar akan hal itu, Rasulullah jatuh pengsan kerana terkejut dan amat risau dgn umatnya..
Ulama mengatakan, jibril tak mahu menjawab pertanyaan nabi itu kerana takut membuat nabi gelisah dan susah hati...tetapi stelah didesak, jibril tpaksa menjawab..begitulah, betapa berakhlaknya jibril...walaupun hal yg benar, jibril mahu sembunyikan demi utk menjaga hati rasulullah..
Setelah sedar dari pengsan....nabi bersabda, "Mulai hari ini tiada masa utk bersenang2".
Dan ustaz tersebut dlm ceramahnya juga menceritakan bahawa Ulama2 dikalangan ahlulbaiyt @ habaib mengambil kesimpulan dari cerita tersebut tidak suka menceritakan kejelekan abu lahab (bapa saudara nabi)...ditakuti akan membuat hati nabi terasa...dan mrk amat jarang membaca surah Tabbat melainkan utk mengkhatamkan Al-Quran. walaupun surah itu adalah benar dari Allah...kerana mengambil akhlaknya Jibril terhadap Rasulullah...
Wallhuaqlam..
Seif Jamalullail
oleh Seif Jamalullail pada 05 Maret 2011 jam 13:19
Sekadar berkongsi...
sy masih ingat seorang ustaz berceramah...kira2 begini cemah beliau :
"Ketika rasulullah di miqraj kan....melawat neraka, bertanya rasulullah kpd jiril "Wahai Jibril, pintu neraka iniuntuk siapa?"....jibril diam...
"Wahai Jibril, pintu neraka iniuntuk siapa?"....jibril diam lagi...
"Wahai Jibril, pintu neraka ini untuk siapa?"....setelah 3X di suguh dgn pertanyaan....jibril menjawab dgn lemah dan berwaspada...
"Itu adalah pintu neraka untuk ummatmu yg tidak sempat bertaubat ketika matinya"
setelah mendengar akan hal itu, Rasulullah jatuh pengsan kerana terkejut dan amat risau dgn umatnya..
Ulama mengatakan, jibril tak mahu menjawab pertanyaan nabi itu kerana takut membuat nabi gelisah dan susah hati...tetapi stelah didesak, jibril tpaksa menjawab..begitulah, betapa berakhlaknya jibril...walaupun hal yg benar, jibril mahu sembunyikan demi utk menjaga hati rasulullah..
Setelah sedar dari pengsan....nabi bersabda, "Mulai hari ini tiada masa utk bersenang2".
Dan ustaz tersebut dlm ceramahnya juga menceritakan bahawa Ulama2 dikalangan ahlulbaiyt @ habaib mengambil kesimpulan dari cerita tersebut tidak suka menceritakan kejelekan abu lahab (bapa saudara nabi)...ditakuti akan membuat hati nabi terasa...dan mrk amat jarang membaca surah Tabbat melainkan utk mengkhatamkan Al-Quran. walaupun surah itu adalah benar dari Allah...kerana mengambil akhlaknya Jibril terhadap Rasulullah...
Wallhuaqlam..
Seif Jamalullail
Langgan:
Catatan (Atom)